SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

10.19.2017

Jejak Akuisisi Bank Muamalat

Sumber: gatra.com

Menunggu Juru Selamat Bank Muamalat (Bagian I)

---Kinerja bank Muamalat yang memburuk, diharapkan bisa teratasi dengan masuknya modal baru senilai Rp 8 trilyun. PT Asabri hingga keluarga Habibie dikabarkan siap menjadi investornya.---

Dasi berwarna ungu menjadi penanda, jika hari itu Achmad Kusna Permana resmi menjadi bagian dari keluarga Bank Muamalat. Menghadiri acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Selasa, 20 September lalu di Hotel Pullman, Jakarta.

Achmad resmi ditunjuk sebagai pejabat sementara direktur utama bank yang memiliki warna khas ungu itu. “Pakai dasi ini kan menyesuaikan, di mana bumi dipijak,” katanya. 

Achmad yang sebelumnya menjabat Direktur Unit Usaha Syariah Bank Permata ini menggantikan Endy Pattia Rahmadi Abdurrahman yang sudah menjabat selama 3 tahun.

Usai mengikuti RUPSLB Bank Muamalat, Achmad
enggan berkomentar terkait masa depan kapal baru yang akan di nakhodainya. “Saya belum  bisa ngomong, bagaimana kalau kita ngobrol soal Persib saja,” katanya. Ia memang seorang bobotoh fanatik.

Saat ini, kepemilikan Bank Muamalat Indonesia dikuasai Bank Pembangunan Islam (IDB) dengan kepemilikan saham 32%, Boubyan Bank-Kuwait sebesar 30%,  Sedco-Saudi Arabia 24%, dan pemegang saham lokal 14%.

Selain memilih pucuk pimpinan baru, rapat yang digelar kali ini juga menyepakati perseroan akan mengeluarkan 80 milyar lembar lembar saham baru untuk bisa menggaet modal segar sekitar Rp 8 trilyun. Sehingga modal dasarnya bisa beranjak di nilai Rp 11 trilyun.

Pergantian direktur dan niatan pencarian investor baru ini menjadi antiklimak dari apa yang sedang terjadi di Bank Muamalat beberapa bulan belakangan. Bank syariah pertama di Indonesia ini sudah lama didera isu kebutuhan modal.

Namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator tak pernah tegas kepada pengelolanya agar serius melakukan perbaikan. “Masalah modal ini dibiarkan terus sama OJK, sudah 5 tahun,” kata Komisaris Utama Bank Muamalat, Anwar Nasution kepada GATRA di sela-sela rapat umum itu.

Kejadian terakhir, kabar masuknya investor baru, malah sempat membuat kegaduhan di pasar bursa. Adalah PT Minna Padi Investasma Sekuritas, yang diisukan akan menyuntikkan modal ke Muamalat. Kabar ini membuat harga saham perusahaan sekuritas itu melejit.

Pada 9 Agustus lalu, saham Minna Padi sempat mencapai posisi tertinggi Rp 1.430 per saham. Padahal, pada akhir Juli, harganya masih Rp 340 per saham. Otoritas bursa pun sempat menghentikan perdagangan saham Minna Padi.

Soal kabar masuknya Minna Padi ke Muamalat, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulisto menegaskan pihaknya mempersilakan jika memang akan ada kesepakatan akuisisi atau kesepakatan penambahan saham dari emiten yang terdaftar di bursa. “Yang penting berbicara dulu dengan stakeholder,” paparnya kepada M Egi Fadliansyah dari GATRA.

Terkait meroketnya saham Minna Padi yang cukup signifikan bulan lalu, Tito masih menilai wajar, apalagi menurutnya, Minna Padi telah menjawab kepada publik, sesuai mekanisme yang ada di Bursa Saham Indonesia. “Soal Minna Padi kita sudah suspend sehari. Sudah kirim surat, sudah publik ekspose, ya sudah dong. Biar masyarakat dan investor yang menilai,” ujarnya.

Belakangan, kabar masuknya Minna Padi dibantah pemegang saham Bank Muamalat. Komisaris Muamalat yang mewakili Bank Pembangunan Islam (IDB) Ayuoob Akbar Qadri, menyatakan pemegang saham memilih melakukan pembicaraan dengan investor lain yang lebih kredibel.

***
Tuduhan Manuver Manajemen Muamalat (Bagian II)

Bukan rahasia lagi bila kondisi bank Muamalat selama ini kurang fit. Bahkan ketika diurus direksi sebelumnya, Muamalat sempat mengalami kemunduran kinerja yang signifikan. Di era kepemimpinan sebelum Endy, Muamalat pernah tersandung kredit macet maskapai penerbangan Batavia Air hingga Rp 423 milyar.

Lalu ketika kepengurusan berganti sejak 2014, terjadi penurunan laba secara drastis sampai 71,36 % per Juni 2016, yaitu Rp106,54 Milyar menjadi Rp30,51 milyar. Selain itu, kinerja pembiayaan yang diukur dalam Non Performing Financing (NPF) juga naik tinggi, di mana NPF gross menjadi 7,23% dari tahun sebelumnya sebesar 4,93% per Juni 2015.

Indikator vital lainnya yang mengkhawatirkan adalah penurunan rasio modal kecukupan modal atau Capital Adequacy Rasio (CAR) yang signifikan. Per Mei 2106 sudah di angka 11,71% padahal Desember 2015 masih di level 12,36%. Sementara permodalan bank ini modal juga tak kalah merosot, anjlok dari Rp 57,1 trilyun menjadi Rp 53,71 trilyun.

Namun, kepada GATRA, Endy menyatakan, penurunan kinerja itu, terjadi saat ia belum benar-benar memimpin Muamalat. Ia sendiri, memang ditunjuk sejak tahun 2014, dan resmi bekerja sekitar September 2014 setelah lulus uji kepatutan dan kelayakan yang digelar OJK. Namun saat itu, NPF Muamalat sudah mencapai lebih dari 5%.

Upaya penyembuhan pun dilakukan manajemen baru. Seorang sumber GATRA menyebut, salah satu yang dilakukan direksi adalah melakukan re-statemen laporan keuangan. Ini merupakan upaya pencatatan keuangan untuk membuat beban keuangan perusahaan menjadi lebih cantik.

Cholil Hasan, seorang konsultan keuangan yang diminta tanggapan GATRA menyatakan, re-statemen sebagai sebuah upaya legal untuk melakukan penertiban dari pencatatan transaksi yang kurang pas. “Misalnya pencatatan kredit macet yang dianggap kurang baik, ternyata sudah baik, maka itu diluruskan,” katanya.

Meski begitu, kata Cholil, re-statement sebenarnya tidak mengubah kondisi perusahaan. Dan memang, fundamental Muamalat, meski diklaim membaik, namun tidak terjadi perubahan secara mendasar.

Bahkan kasus kredit macet juga kembali terjadi. Yaitu pembobolan kredit yang dilakukan perusahaan PT Rockit Aldeway hingga 838 milyar, dan melibatkan 7 bank termasuk Muamalat yang kena Rp 100 milyar.

****

Konsultan Keuangan Kurang Kredibel (Bagian III)

Sebenarnya apa yang dialami Mualamat sudah lama menjadi perhatian OJK, yang menyarankan adanya penambahan modal. Sudah beberapa kali otoritas memberi peringatan ke pemilik Muamalat soal ini. Bila Muamalat tidak segera diselamatkan, keruntuhannya bisa membuat industri syariah memiliki laba negatif. Tentu dampaknya bisa sistemik.


Ketua OJK, Wimboh Santoso saat dikonfirmasi wartawan Gatra Dara Purnama enggan menjawab terkait usaha penyelesaian masalah di tubuh Muamalat ini. “Nantilah kita bicara, saya belum cek,” ujarnya. Sementara Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana tak memberikan respon ketika ditanya via aplikasi pesan pesan instan.

Saran OJK agar permodalan Bank Muamalat ditingkatkan memang tak segera direalisasikan oleh pemegang saham. IDB sebagai pemegang saham terbesar tak kunjung mengindahkan peringatan tersebut, karena krisis keuangan dunia melanda. Kondisi tak menentu ini kemudian dicarikan jalan keluarnya. Di mana pada rapat pemegang saham yang digelar tahun lalu, manajemen dan dewan komisaris sepakat untuk mencari pemodal baru, minimal bisa menyuntik Rp 1 trilyun.

Setahun kemudian, gayung bersambut, pada Juni 2017, manajemen dikontak oleh seorang penasihat keuangan. Menurut Endy, perantara ini menyebutkan akan adanya investor yang bersedia menyuntik modal Rp 8 trilyun. “Duit sebesar itu, lebih dari cukup untuk menyehatkan Muamalat,” katanya. Maka sekitar pertengahan Juli lalu, penasihat keuangan itu pun mempresentasikan proposalnya, dan ketika itu, juga hadir dari pihak PT Minna Padi yang menyatakan sebagai salah satu investor, dan menegaskan komitmen akan memasukkan duit Rp 8 trilyun bersama beberapa perusahaan konsorsium.

Setelah manajemen beberapa kali melakukan pembicaraan, akhirnya mulai ada kesepakatan. Investor baru juga meminta jawaban resmi dari pemegang saham hingga 31 Juli lalu. Namun hingga batas waktu itu, pemilik saham belum memberikan jawaban. Hingga, pada akhirnya tersebarlah kabar soal niatan Minna Padi akan membeli Muamalat. Kabar yang berbuntut kegaduhan di bursa ini, membuat IDB sebagai pemegang saham terbesar berang. IDB menganggap manajemen melakukan manuver terkait masuknya investor baru itu.

Penelusuran GATRA kepada beberapa sumber menyebutkan, salah satu yang menjadi ganjalan terkait penawaran Minna Padi, karena dalam proposal itu disebutkan, investor akan tetap mempertahankan manajemen. Selain itu, penasihat keuangan yang sejak awal membawa Minna Padi, dianggap memiliki reputasi kurang baik.

Penasihat keuangan yang menjalin kerja sama awal dengan manajemen, tak lain adalah Hendrik Tee, mantan pejabat keuangan perusahaan kelas dunia Asian Pulp and Paper (APP) milik grup Sinar Mas. Hendrik sempat dikaitkan dengan kasus manipulasi penjualan saham APP yang merugikan investor internasional. Jejaknya juga tercatat dalam pembelian perusahaan asuransi Bumi Putera oleh konsorsium milik Erick Tohir.

Dikonfirmasi soal ini, Hendrik Tee tak menjawab pertanyaan GATRA melalui aplikasi pesan WhatsApp. Sambungan melalui telepon juga tak diangkat. Selain soal penasihat keuangan yang dianggap tidak kredibel, persyaratan yang disampaikan Minna Padi, yaitu akan tetap mempertahan direksi dinilai sebagai sebuah manuver dari manajemen melangkahi pemegang saham.

Sumber GATRA menyebut, manajemen dianggap telah mempersiapkan format pembelian dengan mekanisme Manajemen Buy Out (MBO), di mana direksi tidak melibatkan pemilik saham terbesar dalam penambahan modal. “Ibaratnya sopir, mau menjual mobil yang dipercayakan kepadanya, tanpa sepengetahuan pemilik,” kata sumber itu. Endy Abdurrahman membantah bila yang dilakukan manajemen selama ini tidak sepengetahuan pemegang saham. Kalau sopir, dia mengibaratkan mobil yang dikendarainya sudah kehabisan kampas rem, hingga ban jadi oleng. “Wajar kalau saya minta agar ada pergantian kampas rem,” ujarnya.

Dan kalau pun ia mau menjual mobil itu, tak mungkin tidak melibatkan pemilik kendaraan, karena surat-suratnya pastinya selalu dipegang pemilik. Sementara mekanisme masuknya investor baru melalui mekanisme MBO juga tak akan bisa dilakukan. “Skema MBO di Indonesia itu tidak ada,” tegasnya. Sedangkan keinginan investor baru mempertahankan manajemen, menurut Endy, juga dianggap sebagai hal biasa, mengingat investor membawa duit lebih besar. “Sebagai investor mayoritas, terserah dia mau ganti manajemennya atau tidak,” ujar Endy.

Terkait keterlibatan Hendrik Tee, Endy juga menegaskan, tidak ada larangan soal pemakaian penasihat keuangan tertentu. Apalagi, usaha ini tujuannya penambahan modal buat Muamalat agar bisa dilakukan segera. Dan itu adalah menjadi salah satu tugas dirinya sebagai direktur utama.


--Mukhlison S Widodo, Putri Kartika Utami, dan Hendry Roris Sianturi--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.