Sumber: gatra.com |
Menunggu Juru Selamat Bank
Muamalat (Bagian I)
---Kinerja bank Muamalat yang memburuk, diharapkan bisa teratasi dengan
masuknya modal baru senilai Rp 8 trilyun. PT Asabri hingga keluarga Habibie
dikabarkan siap menjadi investornya.---
Dasi berwarna ungu menjadi penanda, jika hari itu
Achmad Kusna Permana resmi menjadi bagian dari keluarga Bank Muamalat. Menghadiri
acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Selasa, 20
September lalu di Hotel Pullman, Jakarta.
Achmad resmi ditunjuk sebagai pejabat sementara direktur utama bank
yang memiliki warna khas ungu itu. “Pakai dasi ini kan menyesuaikan, di mana
bumi dipijak,” katanya.
Achmad yang sebelumnya menjabat Direktur Unit Usaha Syariah Bank
Permata ini menggantikan Endy Pattia Rahmadi Abdurrahman yang sudah menjabat
selama 3 tahun.
Usai mengikuti RUPSLB Bank Muamalat, Achmad
enggan berkomentar terkait
masa depan kapal baru yang akan di nakhodainya. “Saya belum bisa ngomong, bagaimana kalau kita ngobrol
soal Persib saja,” katanya. Ia memang seorang bobotoh fanatik.
Saat ini, kepemilikan Bank Muamalat Indonesia dikuasai Bank Pembangunan
Islam (IDB) dengan kepemilikan saham 32%, Boubyan Bank-Kuwait sebesar 30%, Sedco-Saudi Arabia 24%, dan pemegang saham
lokal 14%.
Selain memilih pucuk pimpinan baru, rapat yang digelar kali ini juga
menyepakati perseroan akan mengeluarkan 80 milyar lembar lembar saham baru
untuk bisa menggaet modal segar sekitar Rp 8 trilyun. Sehingga modal dasarnya
bisa beranjak di nilai Rp 11 trilyun.
Pergantian direktur dan niatan pencarian investor baru ini menjadi
antiklimak dari apa yang sedang terjadi di Bank Muamalat beberapa bulan
belakangan. Bank syariah pertama di Indonesia ini sudah lama didera isu
kebutuhan modal.
Namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator tak pernah tegas
kepada pengelolanya agar serius melakukan perbaikan. “Masalah modal ini dibiarkan
terus sama OJK, sudah 5 tahun,” kata Komisaris Utama Bank Muamalat, Anwar
Nasution kepada GATRA di sela-sela rapat umum itu.
Kejadian terakhir, kabar masuknya investor baru, malah sempat membuat
kegaduhan di pasar bursa. Adalah PT Minna Padi Investasma Sekuritas, yang
diisukan akan menyuntikkan modal ke Muamalat. Kabar ini membuat harga saham
perusahaan sekuritas itu melejit.
Pada 9 Agustus lalu, saham Minna Padi sempat mencapai posisi tertinggi
Rp 1.430 per saham. Padahal, pada akhir Juli, harganya masih Rp 340 per saham.
Otoritas bursa pun sempat menghentikan perdagangan saham Minna Padi.
Soal kabar masuknya Minna Padi ke Muamalat, Direktur Utama Bursa Efek
Indonesia (BEI) Tito Sulisto menegaskan pihaknya mempersilakan jika memang akan
ada kesepakatan akuisisi atau kesepakatan penambahan saham dari emiten yang
terdaftar di bursa. “Yang penting berbicara dulu dengan stakeholder,” paparnya
kepada M Egi Fadliansyah dari GATRA.
Terkait meroketnya saham Minna Padi yang cukup signifikan bulan lalu,
Tito masih menilai wajar, apalagi menurutnya, Minna Padi telah menjawab kepada
publik, sesuai mekanisme yang ada di Bursa Saham Indonesia. “Soal Minna Padi
kita sudah suspend sehari. Sudah kirim surat, sudah publik ekspose, ya sudah
dong. Biar masyarakat dan investor yang menilai,” ujarnya.
Belakangan, kabar masuknya Minna Padi dibantah pemegang saham Bank
Muamalat. Komisaris Muamalat yang mewakili Bank Pembangunan Islam (IDB) Ayuoob
Akbar Qadri, menyatakan pemegang saham memilih melakukan pembicaraan dengan
investor lain yang lebih kredibel.
***
Tuduhan Manuver Manajemen
Muamalat (Bagian II)
Bukan rahasia lagi bila kondisi bank Muamalat selama ini kurang fit.
Bahkan ketika diurus direksi sebelumnya, Muamalat sempat mengalami kemunduran
kinerja yang signifikan. Di era kepemimpinan sebelum Endy, Muamalat pernah
tersandung kredit macet maskapai penerbangan Batavia Air hingga Rp 423 milyar.
Lalu ketika kepengurusan berganti sejak 2014, terjadi penurunan laba
secara drastis sampai 71,36 % per Juni 2016, yaitu Rp106,54 Milyar menjadi
Rp30,51 milyar. Selain itu, kinerja pembiayaan yang diukur dalam Non Performing
Financing (NPF) juga naik tinggi, di mana NPF gross menjadi 7,23% dari tahun
sebelumnya sebesar 4,93% per Juni 2015.
Indikator vital lainnya yang mengkhawatirkan adalah penurunan rasio
modal kecukupan modal atau Capital Adequacy Rasio (CAR) yang signifikan. Per
Mei 2106 sudah di angka 11,71% padahal Desember 2015 masih di level 12,36%.
Sementara permodalan bank ini modal juga tak kalah merosot, anjlok dari Rp 57,1
trilyun menjadi Rp 53,71 trilyun.
Namun, kepada GATRA, Endy menyatakan, penurunan kinerja itu, terjadi
saat ia belum benar-benar memimpin Muamalat. Ia sendiri, memang ditunjuk sejak
tahun 2014, dan resmi bekerja sekitar September 2014 setelah lulus uji
kepatutan dan kelayakan yang digelar OJK. Namun saat itu, NPF Muamalat sudah
mencapai lebih dari 5%.
Upaya penyembuhan pun dilakukan manajemen baru. Seorang sumber GATRA
menyebut, salah satu yang dilakukan direksi adalah melakukan re-statemen
laporan keuangan. Ini merupakan upaya pencatatan keuangan untuk membuat beban
keuangan perusahaan menjadi lebih cantik.
Cholil Hasan, seorang konsultan keuangan yang diminta tanggapan GATRA
menyatakan, re-statemen sebagai sebuah upaya legal untuk melakukan penertiban
dari pencatatan transaksi yang kurang pas. “Misalnya pencatatan kredit macet
yang dianggap kurang baik, ternyata sudah baik, maka itu diluruskan,” katanya.
Meski begitu, kata Cholil, re-statement sebenarnya tidak mengubah
kondisi perusahaan. Dan memang, fundamental Muamalat, meski diklaim membaik,
namun tidak terjadi perubahan secara mendasar.
Bahkan kasus kredit macet juga kembali terjadi. Yaitu pembobolan kredit
yang dilakukan perusahaan PT Rockit Aldeway hingga 838 milyar, dan melibatkan 7
bank termasuk Muamalat yang kena Rp 100 milyar.
****
Konsultan Keuangan Kurang
Kredibel (Bagian III)
Sebenarnya apa yang dialami Mualamat sudah lama menjadi perhatian OJK,
yang menyarankan adanya penambahan modal. Sudah beberapa kali otoritas memberi
peringatan ke pemilik Muamalat soal ini. Bila Muamalat tidak segera
diselamatkan, keruntuhannya bisa membuat industri syariah memiliki laba
negatif. Tentu dampaknya bisa sistemik.
Ketua OJK, Wimboh Santoso saat dikonfirmasi wartawan Gatra Dara Purnama
enggan menjawab terkait usaha penyelesaian masalah di tubuh Muamalat ini.
“Nantilah kita bicara, saya belum cek,” ujarnya. Sementara Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana tak memberikan respon ketika ditanya via
aplikasi pesan pesan instan.
Saran OJK agar permodalan Bank Muamalat ditingkatkan memang tak segera
direalisasikan oleh pemegang saham. IDB sebagai pemegang saham terbesar tak
kunjung mengindahkan peringatan tersebut, karena krisis keuangan dunia melanda.
Kondisi tak menentu ini kemudian dicarikan jalan keluarnya. Di mana pada rapat
pemegang saham yang digelar tahun lalu, manajemen dan dewan komisaris sepakat
untuk mencari pemodal baru, minimal bisa menyuntik Rp 1 trilyun.
Setahun kemudian, gayung bersambut, pada Juni 2017, manajemen dikontak
oleh seorang penasihat keuangan. Menurut Endy, perantara ini menyebutkan akan
adanya investor yang bersedia menyuntik modal Rp 8 trilyun. “Duit sebesar itu,
lebih dari cukup untuk menyehatkan Muamalat,” katanya. Maka sekitar pertengahan
Juli lalu, penasihat keuangan itu pun mempresentasikan proposalnya, dan ketika
itu, juga hadir dari pihak PT Minna Padi yang menyatakan sebagai salah satu
investor, dan menegaskan komitmen akan memasukkan duit Rp 8 trilyun bersama
beberapa perusahaan konsorsium.
Setelah manajemen beberapa kali melakukan pembicaraan, akhirnya mulai
ada kesepakatan. Investor baru juga meminta jawaban resmi dari pemegang saham
hingga 31 Juli lalu. Namun hingga batas waktu itu, pemilik saham belum
memberikan jawaban. Hingga, pada akhirnya tersebarlah kabar soal niatan Minna
Padi akan membeli Muamalat. Kabar yang berbuntut kegaduhan di bursa ini,
membuat IDB sebagai pemegang saham terbesar berang. IDB menganggap manajemen
melakukan manuver terkait masuknya investor baru itu.
Penelusuran GATRA kepada beberapa sumber menyebutkan, salah satu yang
menjadi ganjalan terkait penawaran Minna Padi, karena dalam proposal itu
disebutkan, investor akan tetap mempertahankan manajemen. Selain itu, penasihat
keuangan yang sejak awal membawa Minna Padi, dianggap memiliki reputasi kurang
baik.
Penasihat keuangan yang menjalin kerja sama awal dengan manajemen, tak
lain adalah Hendrik Tee, mantan pejabat keuangan perusahaan kelas dunia Asian
Pulp and Paper (APP) milik grup Sinar Mas. Hendrik sempat dikaitkan dengan
kasus manipulasi penjualan saham APP yang merugikan investor internasional.
Jejaknya juga tercatat dalam pembelian perusahaan asuransi Bumi Putera oleh
konsorsium milik Erick Tohir.
Dikonfirmasi soal ini, Hendrik Tee tak menjawab pertanyaan GATRA
melalui aplikasi pesan WhatsApp. Sambungan melalui telepon juga tak diangkat.
Selain soal penasihat keuangan yang dianggap tidak kredibel, persyaratan yang
disampaikan Minna Padi, yaitu akan tetap mempertahan direksi dinilai sebagai
sebuah manuver dari manajemen melangkahi pemegang saham.
Sumber GATRA menyebut, manajemen dianggap telah mempersiapkan format
pembelian dengan mekanisme Manajemen Buy Out (MBO), di mana direksi tidak
melibatkan pemilik saham terbesar dalam penambahan modal. “Ibaratnya sopir, mau
menjual mobil yang dipercayakan kepadanya, tanpa sepengetahuan pemilik,” kata
sumber itu. Endy Abdurrahman membantah bila yang dilakukan manajemen selama ini
tidak sepengetahuan pemegang saham. Kalau sopir, dia mengibaratkan mobil yang
dikendarainya sudah kehabisan kampas rem, hingga ban jadi oleng. “Wajar kalau
saya minta agar ada pergantian kampas rem,” ujarnya.
Dan kalau pun ia mau menjual mobil itu, tak mungkin tidak melibatkan
pemilik kendaraan, karena surat-suratnya pastinya selalu dipegang pemilik.
Sementara mekanisme masuknya investor baru melalui mekanisme MBO juga tak akan
bisa dilakukan. “Skema MBO di Indonesia itu tidak ada,” tegasnya. Sedangkan
keinginan investor baru mempertahankan manajemen, menurut Endy, juga dianggap
sebagai hal biasa, mengingat investor membawa duit lebih besar. “Sebagai
investor mayoritas, terserah dia mau ganti manajemennya atau tidak,” ujar Endy.
Terkait keterlibatan Hendrik Tee, Endy juga menegaskan, tidak ada
larangan soal pemakaian penasihat keuangan tertentu. Apalagi, usaha ini
tujuannya penambahan modal buat Muamalat agar bisa dilakukan segera. Dan itu
adalah menjadi salah satu tugas dirinya sebagai direktur utama.
--Mukhlison S Widodo, Putri
Kartika Utami, dan Hendry Roris Sianturi--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.