Lima pekan sudah para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjibaku mengembangkan penyidikan kasus suap reklamasi Teluk Jakarta. Ada belasan orang yang diperiksa sebagai saksi di gedung KPK. Kamis pekan lalu, giliran Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Mohamad Taufik diperiksa di lantai delapan.
Seusai menjalani pemeriksaan, Taufik yang juga Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI itu
membeberkan kontroversi pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang mengatur reklamasi Teluk Jakarta kepada awak media. Yakni, pertama Raperda tentang Tata Ruang Kawasan Strategis (TRKS) Pantai Utara Jakarta. Kedua, Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K).
Taufik mengakui saat pembahasan raperda memang ada perdebatan antara Pemerintah Provinsi DKI (Pemprov) dan DPRD DKI, khususnya pembahasan Raperda Tata Ruang. Namun, perdebatan itu, bukan karena pasal yang mengatur tambahan kontribusi 15% yang dibebankan kepada pengembang reklamasi. Perdebatan itu, ungkap Taufik dipicu karena Pemprov DKI ngotot memasukkan pasal izin reklamasi di dalam Raperda TRKS.
Usulan Pemprov itu, menurut Taufik, ditolak mentah-mentah oleh DPRD. "Jadi, soal perizinan, karena perda ini Perda Tata Ruang (TRKS), sementara eksekutif (Pemprov DKI) mau masukin perda pasal izin pelaksanaan reklamasi dan itu yang kita tolak. Ini kan Perda Tata Ruang, bukan perizinan," ujar Taufik di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.
Ini kali kelima Taufik diperiksa sebagai saksi. Seringnya Taufik menyambangi gedung KPK, tak lepas dari posisinya sebagai Ketua Balegda DPRD DKI. Karena posisinya itu, ia dianggap mengetahu betul seluk-beluk pembahasan raperda reklamasi. Sebab, Balegda-lah yang bertugas menggodok raperda sebelum disahkan menjadi perda melalui rapat paripurna.
Taufik juga menjadi saksi kunci karena dia hadir dalam pertemuan beberapa pimpinan DPRD dengan Sugianto Kusuma alias Aguan di rumah Aguan, di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Desember 2015 silam. Aguan adalah taipan properti, pendiri Agung Sedayu Group (ASG). Anak usaha ASG, yakni PT Kapuk Naga Indah merupakan satu dari sembilan perusahaan pengembang yang mengantongi izin reklamasi Teluk Jakarta untuk dijadikan pulau buatan.
Selain Taufik, pimpinan DPRD DKI yang hadir dalam pertemuan itu adalah Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, anggota Balegda Mohamad Sangaji alias Ongen dan mantan Ketua Panitia Khusus (pansus) Reklamasi Selamet Nurdin. Pertemuan ini diduga membicarakan deal antara pimpinan DPRD dan Aguan mengenai pembahasan Raperda Reklamasi.
Dalam kaitannnya dengan kasus suap reklamasi ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Mohamad Sanusi (anggota DPRD DKI), Ariesman Widjaja (Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land/APL) dan Trinanda Prihantoro (Personal Assistent APL). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah operasi tangkat tangan oleh KPK di kawasan Senayan, Jakarta, 31 Maret lalu. Sanusi diduga sebagai pihak yang disuap, sedangkan Ariesman dan Trinanda sebagai pihak penyuap.
KPK tak ingin berhenti hanya pada penetapan tiga tersangka. Sejak pekan pertama penyidikan, lembaga antirasuah itu sudah mengendus adanya pelaku lain. Keseriusan KPK membidik tersangka baru terlihat dari sering dilakukannya ekspose atau gelar perkara. Teranyar, Senin pekan lalu, berlangsung gelar perkara yang dihadiri kelima pimpinan KPK. Ikut pula dalam ekspose itu, para penyidik kasus suap reklamasi dan jajaran penindakan KPK.
Sejumlah nama yang bakal menjadi tersangka baru dibahas dalam gelar perkara tersebut. Namun, Ketua KPK Agus Rahardjo enggan menyebut siapa saja nama calon tersangka baru itu. Menurutnya, hasil ekspos memutuskan kasus ini masih perlu dikembangkan. Saat ini, lanjut Agus, fokus KPK pada pengumpulan data, fakta, dan alat bukti. "Siapa yang berikutnya, kita akan selalu melihat data, fakta, dan alat buktinya. Jadi, hari ini kita belum bisa menentukan siapa kira-kira (tersangka baru) tergantung buktinya," kata Agus.
Sebelum menetapkan tersangka baru, menurut Agus, penyidik terlebih dulu melihat, mengkaji, dan memvalidasi keterangan tiga tersanga dan sejumlah saksi yang sudah diperiksa penyidik KPK. Dari keterangan para saksi tersebut, tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka dari pengusaha yang berasal dari pengembang reklamasi dan pimpinan DPRD DKI. "Kalau ada bukti dan fakta baru, itu yang akan digunakan untuk meningkatkan status terkait dengan orang ini," Agus menegaskan.
Menurut Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak, KPK telah membuka penyelidikan baru hasil pengembangan penyidikan tiga tersangka sebelumnya. ''Orang-orangnya (calon tersangka) beda. Tergantung penyidikan menemukan ada bukti-bukti yang cukup untuk meningkatkan kasus ini,'' katanya kepada GATRA, di gedung KPK, Senin kemarin.. KPK, lanjut Yuyuk sedang bergegas merampungkan berkas pemeriksaan tiga tersangka agar segera rampung alias P21 dan dilimpahkan ke pengadilan.
Untuk menyusun kepingin puzzle kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta menjadi gambaran utuh, setiap hari ada saja saksi yang diperiksa KPK. Hingga Senin pekan ini, sudah belasan orang yang diperiksa sebagai saksi. Mereka berasal dari pihak pengembang, DPRD DKI dan Pemprov DKI. Dari DPRD DKI di antaranya para pimpinan DPRD yang hadir dalam pertemuan di rumah Aguan. Dari pihak pengusaha ada pendiri AGS Aguan dan Direktur AGS Richard Halim.
Menurut sumber GATRA, peran Aguan sangat penting dalam kasus ini. Ia disebut sebut sebagai aktor yang memberi isyarat kepada Sanusi bahwa Ariesman akan membantu Sanusi dalam mengurai persoalan kontribusi tambahan 15%. Tugas Sanusi terkait pembahasan teknis pembahasan Raperda, masih menurut sumber GATRA, akan disokong. Atas jasanya ini Aguan menjanjikan kepada Sanusi akan mendapat tanda terima kasih dari Ariesman.
Sementara yang dimintai keterangan oleh KPK dari kalangan eksekutif, di antaranya Sekretratis Daerah Pemprov DKI Jakarta Saefullah dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi Hartono. Heru adalah bakal calon wakil gubernur DKI yang akan bersanding dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menjadi bakal calon gubernur DKI. Ada juga Sunny Tanuwidjaja yang merupakan staf khusus Ahok.
Beberapa saksi ada yang diperiksa lebih dari satu kali. Rekor paling sering diperiksa KPK dipegang oleh Taufik. Politikus Partai Gerinda yang juga kakak dari Sanusi ini diperiksa sebagai saksi hingga lima kali. (Lihat: Mereka Menjadi Saksi).
Sejumlah anggota DPRD DKI yang diperiksa KPK sebagai saksi memilih bungkam ketika dimintai komentar. Anggota DPRD DKI, Selamet Nurdin, tidak merespons pesan singkat dari GATRA ke ponselnya. Begitu pula Wakil Balegda DPRD DKI, Merry Hotma. Sosoknya tidak terlihat saat GATRA menyambangi ruang kerjanya di Fraksi PDI-P lantai 3 gedung DPRD DKI. Ia juga tidak merespons permintaan wawancara saat GATRA menghubungi ponselnya.
Nama-nama anggota dewan yang dimintai kesaksian itu, menurut sumber GATRA, sebagian besar adalah anggota dari apa yang disebut di kalangan internal DPRD DKI Jakarta sebagai geng Stop Bergema, singkatan dari anggota DPRD yang berperan untuk menghapus pasal kontribusi tambahan 15% di dalam Perda. Mereka adalah, Sanusi, Selamat Nurdin, Taufik, Ongen dan Prasetyo. Lalu, Bestari Barus, anggota Balegda Gembong Warsono dan Merry Hotma. ''Jadi mainnya dari Balegda dan pimpinan,'' kata sumber GATRA.
Mandeknya pembahasan Raperda disebabkan banyaknya anggota DPRD yang absen pada rapat paripurna sehingga tidak kuorum. Agar kuorum, anggota Dewan perlu diberi ''uang jajan''. Hanya saja pimpinan Dewan tidak mampu memenuhi keinginan para anggota terkait pembagian uang jajan. Paripurna pun batal tiga kali. Aguan meminta Ariesman membantu pihak DPRD DKI melalui Sanusi agar rapatnya bisa kuorum.
Rupanya bantuan ''uang jajan'' untuk memuluskan dua raperda itu sudah berlangsung sejak tahun lalu. Menurut sumber GATRA di DPRD DKI, sejak tahun 2015 yang membagi-bagi ''uang jajan'' adalah orang-orang di Balegda.
Ketika GATRA meminta konfirmasi ke Ongen mengenai aliran besel tersebut, Ongen menutup mulut rapat-rapat. Sambil berjalan cepat menuju lantai parkiran DPRD DKI, ia hanya menjawab, ''Tanya saja ke KPK,'' ujarnya dengan nada tinggi.
Masih menurut sumber GATRA di DPRD DKI Jakarta, Taufik sendiri mencoba memengaruhi rekan separtainya dari Fraksi Gerindra, Fajar Sidik. Fajar ditawari Rp 100 juta sebagai uang muka namun ditolak. Anggota Dewan lainnya yang ditawari ''uang jajan'' Rp 100 juta adalah anggota DPRD Fraksi Nasdem, Inggard Joshua pada Maret tahun lalu.
Inggard tidak membantah bahwa rekan se-fraksinya Bestari pernah menawari dirinya uang. Namun ia menolak pemberian uang itu dan menyerahkan kasusnya ke KPK. "Kan yang bersangkutan (Bestari) sudah dipanggil. Kalau enggak ada apa-apa enggak mungkin dipanggil," katanya kepada GATRA melalui sambungan telepon, Senin kemarin. .
Dari mana sumber "uang jajan" yang Rp 5 milyar itu? Hingga kini belum terang benar. Namun sumber GATRA menceritakan seputar pertemuan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Prabowo Prabowo Soenirman dengan pemilik Agung Podomoro Group, yakni Trihatma Kusuma Haliman di pesta pernikahan anak dari petinggi PT Pembangunan Perumahan di Kelapa Gading. Prabowo tersentak ketika Trihatma menepuk pundaknya dari belakang sambil meminta tolong agar pembahasan Raperda dibantu. ''Waktu itu Prabowo cerita ke saya, bantu dong kasih cepat itu (Raperda), kan saya sudah kasih Rp 5 M. Itu kata Trihatma ke Prabowo,'' ujar orang dekat Prabowo yang enggak disebut identitasnya.
Prabowo membenarkan pertemuannya dengan Trihatma di kondangan sekitar Maret tahun lalu di kawasan Kelapa Gading. Hanya saja waktu itu Prabowo mengaku tidak berkomunikasi lama dengan Trihatma. ''Cuma say hello saja,'' katanya kepada GATRA.
Rencananya, KPK mempertimbangkan memanggil Trihatma. Hanya saja KPK belum mau berkomentar soal keterhubungan Trihatma Kusuma Haliman dalam kasus Raperda ini. Saat ini penyidik KPK belum mengagendakan jadwal pemeriksaan Trihatma. ''Belum ada Jadwalnya,'' kata Yuyuk kepada GATRA..
Terkait dengan kemungkinan keterlibatan Trihatma, pimpinan KPK Thony Saut Situmorang mengatakan bahwa penyidik tidak saja fokus pada orang-orang yang berkaitan secara langsung dengan dugaan suap ini. Apalagi, pemberian uang kepada Sanusi berasal dari pegawai keuangan perusahaan APL.
Saut menegaskan bahwa semua yang berkaitan dengan dugaan suap memiliki kemungkinan untuk menjadi tersangka.''Itu sebabnya dipanggil bergantian. Untuk mentersangkakan orang, selain perlu strategi juga memerlukan bukti yang solid. Perlu waktu dengan sendirinya,'' katanya kepada GATRA.
Sujud Dwi Pratisto, Hendry Roris .P Sianturi dan Putri Kartika Utami
Berita Hukum Majalah GATRA
Edisi Khusus 5-11 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.