Nama
samaran dan tokoh utama masih sama di novel investigasi kedua. JKR
hampir terjebak mencitrakan tokoh pendukung. Tidak ada nuansa mistik,
sebaliknya kental dengan intrik disertai romansa dan nilai
kemanusiaan.
Pintu
depannya berkanopi bata yang dipenuhi ukiran batu tua. Sambil
berjalan menuju pintu rumah, Strike merogoh kantung jaketnya, lalu
mengambil gulungan kunci-kunci untuk dicobanya satu per satu. Saat
ceklikan kunci keempat, pintu akhirnya terbuka.
Baru
satu centimeter pintu terbuka, celah pintu menyembur anyir uap zat
kimia dan menusuk indera penciumannya. Strike berjalan pelan,
meraba-raba dinding, mencari stop kontak. Saat ditekan, dua bola
lampu tanpa tudung yang tergantung di langit-langit ruangan, menyala
terang.
Ruangan
itu berdinding panel kayu sewarna madu. Tiang-tiang beton menyangga
langit-langit bangunan. Sementara lantainya penuh dengan siraman
bercak-bercak nan pucat, mengelupas vernis kayu. Tanpa sadar, Strike
menginjak tumpukan surat yang ditujukan pada penghuni rumah.
Saat
memungutnya, ternyata kertas-kertas yang ditulis tangan itu berasal
dari tentangga sebelah, yang memprotes bau menyengat dari dalam
rumah. Strike menjatuhkan kembali surat-surat itu lalu melangkah
masuk. Strike menaiki anak-anak tangga menuju lantai atas.
Strike
memantau bercak korosif zat kimia di setiap anak tangga. Sampai pada
puncak anak tangga, bau semakin mencekik esofagusnya. Lalu Strike
melaju ke lantai kedua. Bau yang dihirupnya semakin tajam. Bukan saja
bau zat kimia, tetapi bau amis dan busuk.
Akhirnya
Strike sampai di depan pintu dengan bercak terakhir. Strike memutar
daun pintu dan mendorongnya perlahan. Saat mencoba masuk, Strike
mendengar, lalat-lalat mendengung kencang di sektiar objek yang
menyerupai bangkai.
Dengan
bantuan sisa-sisa cahaya dari luar yang masuk melalui jendela, Strike
melihat, gerowong tanpa isi perut, mirip hewan yang baru disembelih.
Bangkai yang masih mengenakan baju itu, teronggok di atas ubin. Saat Strike mendekatinya, mayat tersebut adalah seorang laki-laki dengan
janggut tipis yang menguning.
Kedua
tangannya masih terikat, dan tubuhnya dipenuhi zat asam. Bagian
torsonya terbelah dari leher hingga bawah perut. Ususnya lenyap. Satu
biji matanya tanggal membentuk kawah kecil. Di sektiar mayat, Strike
melihat 7 piring dan 7 set peralatan makan berbaris melingkar.
Strike
menajamkan mata, menahan nafas dalam-dalam. Rasa mual telah di
ubun-ubun, serasa hendak muntah. Strike mengambil gambar dengan
kameranya, lalu menelepon 999. Dengan langkah tergesa-gesa, Strike
segera menuruni tangga menunggu kedatangan polisi.
***
Pembunuhan
Owen Quine dilakukan dengan cara yang cerdas. Pertama-tama, pembunuh
merancang konstruksi masalah dengan melibatkan orang-orang di sekitar
Owen. Kedua, menghubungkan novel Bombyx
Mori dengan
kematian Owen.
Sang
pembunuh mempersiapkan novel tersebut jauh hari. Isinya adalah
penghinaan terhadap orang-orang dekat Owen. Tujuannya, agar mereka
seolah-olah mempunyai motif untuk membunuh Owen. Hanya saja, terkuak
bahwa novel itu ternyata bukan novel yang ditulis oleh Owen.
Siapa-siapa
saja orang dekat owen yang ditulis dalam
Bombyx Mori?
Pertama,
adalah Leonara Quine, isteri Strike. Dalam novel, Leonara diibaratkan
sebagai Succuba, pelacur basi. Karakter Succuba adalah wanita yang
kurus, lesu dan berkacamata, mirip dengan nasib Leonara. Kedua,
Kathryn Kent, selingkuhan Owen. Kent berperan sebagai Harpy, yang
tinggal di gua tikus.
Perkenalan
Owen dan Kathryn bermula ketika Kat mengikuti kelas materi pelatihan
penulisan Owen. Sejak saat itu Owen dan Kathryn memadu hubungan dan
berujung pada perselingkuhan. Padahal Kathryn tahu, bahwa Owen sudah
memiliki anak dan isteri. Dari hasil investigasi Strike, Kathryn
bahkan memiliki kartu kredit Owen.
Ketiga,
Elizabeth Tassel. Agen Owen lulusan Oxford ini digambarkan sebagai
makhluk kutu, yang bernama Tick. Hewan ini bersifat parasit.
Rahangnya persegi, suara dalam dan menakutkan. Tick punya kebiasaan
menyedot susu Bombyx saat tidur, sehingga Bombyx menjadi kurus dan
lemah.
Lalu
keempat adalah Daniel Chard, CEO Roper Chard yang menerbitkan
novel-novel Owen. Di dalam novel itu, Daniel diibaratkan sebagai
Phallus
impudicus,
nama latin untuk jamur beracun dan busuk. Bentuknya seperti kenop
pintu karatan.
Selanjutnya,
ada Jerry Waldegrave, editor buku Owen. Pria ini hobi minum alkohol
hingga mabuk. Strike berhasil mengungkap hubungan gelap Jerry dan
Kathryn Kent sebelum mengungkap kematian Owen. Lalu ada Christian Fischer,
bagian penerbit dan Michael Fancourt, penulis kompetitor Owen.
Lalu
siapa yang membunuh Owen?
Sebelum
menemukan jasadnya, isteri Owen, Leonara menduga suaminya hilang.
Perempuan tersebut lalu menghubungi Strike Cormoran untuk mencari
suaminya. Permintaan tersebut diterima Strike meskipun tanpa tarif
karena merasa iba melihat kondisi Leonara.
Dalam
pencariannya, mantan anggota cabang khusus Angkatan Darat ini sempat
putus asa dan hampir mengurungkan niat untuk mencari Owen. “Sudah gratis, susah lagi nyarinya. Aduh,” begitulah gerutu
Strike yang tergambar dalam novel ini.
Di
ujung asa, muncul titik terang. Strike berhasil menemukan dan membaca
novel Bombyx
Mori
yang dikirim ke orang-orang dekat Owen. Apalagi, Strike semakin
tertantang saat mengetahui bahwa Owen meninggal dengan beragam
keganjilan. Akhirnya Strike memutuskan untuk memecahkan kasus
kematian Owen.
Dari
pencarian data dan bukti-bukti, Strike menemukan beberapa fakta.
Pertama, beberapa hari sebelum meninggal, Owen dan Eliizabeth sempat
bertemu di sebuah café. Keduanya, berdasarkan hasil pengakuan
pelayan cafe, tampak berdebat kusir. Pelayan tersebut mendengar
mereka membicarakan soal Bombyx
Mori (Bahasa Indonesia: Ulat Sutra).
Kedua,
Strike menemukan fakta bahwa naskah Bombyx
Mori
yang dikirim ke orang-orang dekat Owen, bukan ditulis oleh Owen
sendiri. Elizabeth ternyata sudah mempersiapkan novel Bombyx
Mori
untuk mempertegas pertunjukkan pembunuhan Owen.
Dalam
novel palsu tersebut, Elizabeth membongkar kebusukan orang-orang
dekat Owen, dan Owen sendiri. Novel palsu dikirim melalui email dan
pos. Sementara, novel asli Bombyx
Mori
yang ditulis oleh Owen, disembunyikan bersama dengan
potongan-potongan organ Owen.
Eksekusi
pembunuhan bermula ketika Elizabeth mengajak Owen bertemu di rumah
warisan Joe North –penulis kawakan yang meninggal karena HIV AIDS –
di Talgarth Road. Saat itu hanya mereka berdua di dalam. Tanpa ragu,
Elizabeth menghantam kepala Owen dengan penahan pintu yang terbuat
dari besi.
Pembunuhan
terjadi saat pesta perayaan api unggun yang berlangsung semarak,
sehingga tidak mengundang kecurigaan. Setelah mengeluarkan usus Owen,
Elizabeth membawanya dengan tas bersama naskah asli Bombyx
Mori.
Setelah itu, naskah palsu yang telah ditulisnya, disebar ke
orang-orang dekat Owen.
Motif
pembunuhan, adalah balas dendam dan asmara. Selama ini, Owen kerap
memeras Elizabeth, meminta uang sesuka hati kepadanya. Sementara Liz,
sebagai agen yang telah lama bersama Owen, tidak bisa kabur dari Owen
karena mencintainya.
Keberhasilan
Strike mengungkap kasus pembunuhan Owen tidak terlepas dari
kontribusi Robin Venetia, asisten Strike. Misalnya saja, saat Robin
berhasil menemukan beberapa salinan asli Bombyx
Mori
yang diperoleh dari anak tunggal Owen, yaitu Orlando.
Pengungkapan
kasus ini bukan tanpa hambatan. Bukti-bukti yang ditemukan Strike
beberapa kali berbenturan dengan hasil penyelidikan polisi. Strike
semakin berang ketika penegak hukum menetapkan bahwa pembunuh Owen
adalah Leonara. Untungnya, Strike dapat membuktikan bahwa pembunuh
sebenarnya adalah Elizabeth.
Selain
investigasinya yang kuat, novel ini juga menyajikan sisi-sisi
kemanusiaan (human
interest)
dan cerita romansa. Dari sisi kemanusiaan, penulis menggambarkan
penderitaan Leonara. Sebagai isteri Leonara tertekan, memiliki anak
yang berkebutuhan khusus dan suami yang selingkuh.
Sedangkan
di sisi romansanya, penulis menceritakan kisah nostalgia, hubungan
Strike dan pacarnya, Charlotte. Hubungan keduanya kandas setelah
menjalani masa pacaran selama 16 tahun. Meskipun berjiwa militer,
Strike tetap seorang lelaki yang membutuhkan cinta dari seorang
wanita.
Seperti
mencari pelarian, Strike mulai menaruh perasaan dengan Robin.
Begitupun Robin yang lambat laun menaruh perhatian padanya.
Masalahnya, Robin terlanjur bertunangan dengan Matthew Jhon Cunliffe.
Inilah polemik kisah romansa Strike.
Joanne
Kathleen Rowling (JKR) berhasil mewakili tokoh utama Cormoran Strike
dengan apik sekali lagi, di novel yang berjudul The
Silkworm
(Ulat Sutra) ini. JKR juga masih menggunakan nama penulis samaran
yang sama yaitu Robert Galbraith, seperti pada novel JKR sebelumnya,
yang berjudul The
Cuckoo’s Calling
(Dekut Burung Kukuk).
The
Silkworm
berhasil mendeskripsikan setiap adegan dengan baik. Sudah barang
tentu, pembaca lebih mudah masuk ke dalam konflik. Tak bisa
dipungkiri, bahwa JKR memiliki kemampuan, mendeskripsikan kata-kata
yang mengagumkan.
Sebagai
catatan, di dalam beberapa bagian, JKR hampir terjebak dengan
persoalan feminisme. Salah satunya, saat menceritakan tokoh Robin,
asisten Strike. Dalam novel tersebut. JKR mencitrakan Robin secara
vital. Hampir-hampir melampaui kekuatan karakter Strike. Untunglah,
JKR tidak kebablasan sehingga The
Silkworm
tidak memunculkan 2 matahari, sebagai tokoh utama.
Dibandingkan
dengan novel sebelumnya, yang berjudul The
Cuckoo’s Calling,
The
Silkworm
lebih matang. JKR menyajikan pembunuhan yang lebih sadis dan logis,
dibandingkan kasus pembunuhan Lula Landry. Tidak berlebihan, jika
pembaca bisa muntah ketika membayangkannya. Misalnya saja, JKR
menggambarkan kondisi Owen Quine yang teronggok di lantai saat
ditemukan Strike.
Di
samping itu, novel ini menyajikan proses-proses sains dengan
istilah-istilah biologi, sehingga menambah kompleksitas novel. JKR juga merinci hari demi hari sebelum dan sesudah terjadinya
pembunuhan dalam konstruksi kronologis, sehingga pembunuhan tergambar
lebih rasional dari segi waktu.
Hanya
saja, jika novel ini nantinya akan difilmkan dan ditayangkan di
Indonesia, akan banyak bagian-bagian yang disensor. Mulai dari cerita
dewasa dan praktek pembunuhan sadis. Namun terlepas dengan benturan
regulasi tersebut, yang perlu diperhatikan bahwa JKR masih kepikiran
memunculkan sisi kemanusiaan yang bisa mengiris air mata.
Leonara,
seorang ibu yang mempunyai anak berkebutuhan khusus dan seorang
isteri yang memiliki suami tukang selingkuh. Parahnya lagi, Leonara
dituduh membunuh suaminya dan harus menjalani pesakitan di penjara
beberapa hari sebelum akhirnya, Strike berhasil mengungkap pembunuh
Owen yang sebenarnya.
Kematangan
novel investigasi JKR ini tidak terlepas dari kelihaian penterjemah,
Siska Yuanita. Siska cakap memilih diksi-diksi sehingga, dapat
dicerna oleh khalayak ramai, khususnya pencinta karya JKR. Terjemahan
Siska juga berhasil memicu rasa ingin tahu pembaca untuk terus
membuka halaman demi halaman. Tanpa sadar, saya pun sudah dua kali
melahap buku setebal 536 halaman ini. Inilah yang disebut dengan
hipnotis kata-kata.
Novel
terjemahan ini semakin lengkap, dengan lampiran kutipan-kutipan di
setiap awal bab dan saling berkorelasi dengan inti cerita. Pemilihan
kutipan berasal dari seniman dan filsuf yang mendunia seperti, Thomas
Dekker, Jhon Webster, William Congreve, Francis Beaumont, Philip
Massinger, Thomas Middleton, Christopher Marlowe, William
Shakespeare, Ben Jonson, Robert Greene, George Chapman, Thomas Kyd
dan Jhon Lyly.
Kutipan
yang paling menarik menurut saya ada di Bab 38 halaman 393, yang
diambil dari naskah drama tragedi berjudul The
White Devil
karya Jhon Webster, tertulis, “Pada secarik kertas itu, tertulis
bukti kehancuran.”
Judul:
The Silkworm (Ulat Sutra)
Penulis:
Robert Galbraith
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun:
2014
Jumlah
halaman: 536 hlm.
Kota:
Jakarta
Ceritany buat penasaran....
BalasHapus