Meski panjang, namun liburan tahun ini hanya aku
habiskan di Jakarta. Semula ada rencana mau silahturahmi, mengunungi
teman-teman lama di Lampung. Hanya saja, rencana tinggal rencana, pupus
setelah sadar kalau kantong sedang kusut. Demi mengisi liburan, daripada
bengong kaya ayam sakit di kamar kosan, aku pun keliling Jakarta
bersama teman yang kebetulan juga tidak mudik.
Dua malam belakangan, ada peristiwa yang menarik. Pertama hari Rabu
(30/07) di Jalan Jaksa. Daerah ini terletak di Jakarta Pusat, dekat
Monas. Sehabis dari Gramedia dari petang sampai jam 10 malam, kami geser
ke Jalan Jaksa. Karena adzan dari perut sudah menggema, di Jalan Jaksa
kami makan nasi goreng. Pemilihan tempat makan bukan karena kami doyan
nasi goreng. Ini hasil kesepakatan kami, dengan pertimbangan segala hal
termasuk isi kantong.
Nasi habis di piring, sepasang bule menghampiri tempat jualan nasi
goreng yang kami singgahi. Mereka duduk tepat di samping saya. Kursi
yang kami duduki bentuknya memanjang, sehingga kalau mau bertatapan,
harus menengadah ke samping. Sama seperti kami, mereka juga memesan nasi
goreng dengan menggunakan bahasa inggris. Untungnya, si bapak penjual
nasi goreng yang perutnya buncit itu, mengerti apa yang dikatakan si
bule. Apalagi ketika nanya harga, si bapak penjual langsung saja
ngomong, “ten thousand rupiah,” katanya sambil tersenyum pada si bule
cowok.
Aku menyapa mereka (tentunya pakai bahasa Inggris), yang sedang menunggu
pesanannya. Meskipun tak banyak vocab yang aku pahami, setidaknya
kuberanikan ngobrol sama orang asing itu. Mereka ternyata adalah warga
Perancis yang sedang mendapat “big holiday” dari perusahaannya. Mereka
menghabiskan liburan, mengelilingi Asia tenggara. Mereka sudah ke
Vietnam, Singapura dan Malaysia. Dan dari negara Asean yang mereka
kunjungi, ternyata negara yang paling asyik dikunjungi adalah Indonesia
dan orang-orangnya adalah masyarakat yang murah senyum.
Si bule cowok itu namanya aku lupa. Sedangkan nama pasangan yang duduk
di sebelah kanannya, bernama Ellen. Sebagai wanita bule, dia terlihat
cantik. Mungkin, karena itu aku masih ingat namanya (hehehe). Sebagai
orang Perancis, English-nya sangat bagus. Hanya saja karena sedikit
paranoid, omongannya terkesan cepat. Padahal lawan bicaranya, masih
newbie berkomunikasi English.
Rencananya, mereka akan menetap di Jakarta beberapa hari sebelum
melanjutkan traveling mengelilingi Indonesia. Tujuan selanjutnya setelah
Jakarta adalah Semarang. Mereka ingin mendaki gunung Dieng. Sementara
sebelum ke Jakarta mereka sempat keliling Pulau Sumatera.
Setelah nasi goreng sudah dibungkus rapi sama si penjual (mereka
ternyata makan di hotel), mereka langsung pergi. Seperti biasa akhir
pertemuan dengan bule pasti mengucapkan “nice to meet you”. “Nice to
meet you too, man,” kataku membalas.
Jalan jaksa telah menjadi tempat persinggahan para turis yang datang ke
Jakarta sejak puluhan tahun. Konon, biaya penginapan di jalan jaksa
lebih murah. Kalau kata masyarakat di sana, masih ada penginapan yang di
bawah 100 ribu per malam. Padahal lokasi Jalan Jaksa terletak di pusat
kota loh. Dekat stasiun Gambir, Monas dan tempat wisata lainnya.
Dampaknya, sampai sekarang jalan jaksa jadi ramai bule.
Meskipun nasi goreng kami sudah lama habis, tapi kami tetap duduk di
tempat nasi goreng tersebut. Apalagi setelah datang seorang laki-laki
perawakan betawi yang panggilannya Ncek. Tak berapa lama, datang ladi
seorang pemuda berkulit hitam, berjambang tipis dan bertubuh tinggi
(belakangan aku tahu dia orang Ambon), mengajak kami ngobrol. Ada dua
jam lebih, kami mendengar celoteh mereka yang kadang-kadang mengundang
tawa.
Namun dari celoteh mereka yang banyak bocornya, ada informasi penting
yang kami peroleh. Khususnya dunia hitam di jalan jaksa. Ternyata pak
Ncek dan Aris punya pengalaman diajak sama bule untuk “nyuntik” narkoba.
Tapi karena mereka sudah punya ‘dasar’ yang kuat, akhirnya mereka
menolak. Selain itu, kata mereka, minuman sudah tradisi bagi bule di
sana.
Mereka juga menceritakan kalau tidak semua bule yang royal. Ada beberapa
bule yang pelit abis. Katanya sih, beberapa bule dari Afganistan. Ada
juga beberapa bule dari Jepang. Sedangkan kalau yang baik, sering
mengajak mereka minum bareng, berasal dari Papua Nugini dan Australia.
Tapi itu versi mereka selama menjadi penghuni jalan Jaksa.
Pak Ncek ini sudah lama tinggal di jalan jaksa sehingga dia memahmi
karakter-karakter turis. Dia juga sering membantu turis mereservasi
penginapan. Menurutnya sejak bule pertama sekali berkunung ke sana
sampai sekarang, jalan jaksa banyak perubahan. Nilai-nilai
tradisionalnya banyak yang hilang. Jalan jaksa yang dulu dikenal dengan
rumah-rumah sederhananya, kini sudah digeser dengan hotel-hotel lux.
Ternyata bule-bule dulu, sering nginap di home stay rumah-rumah warga di
jalan Jaksa.
Meskipun sedih, namun laki-laki paruh baya ini tidak terlalu
memikirkannya. Menurutnya asalkan bule-bule dan masyarakat pribumi tidak
membuat ulah dan onar, Jalan Jaksa akan tetap banyak didatangi oleh
bule.
Satu lagi yang menurut pak Ncek ingin dilakukannya di jalan Jaksa, yaitu
dia ingin membuat toko aksesoris khas Jalan Jaksa. Dulu sudah pernah
ada, tapi karena modal kurang, akhirnya tidak berkembang. Saat ini dia
sedang mengusahakan modal untuk membuka toko lukisan dan aksesoris. Jika
modal sudah dapat, sehabis lebaran ini, ketika sudah normal lagi, dia
mau membuka toko tersebut.
***
Besoknya (31/07), malam-malam aku dan temanku main ke jalan Dewi
Sartika. Kami nongkrong di warung roti bakar jam 9 malam. Waktu kami
asyik nongkrong, ada laki-laki bertubuh besar, berambut gondrong,
berkulit hitam dan memakai jaket jeans biru, menghampiri kami. Dengan
suara yang bongor, dia memintaku untuk mengirim SMS lewat HP-nya. Aku
pun bingung. Masa punya HP nggak bisa pakai HP sendiri? Akhirnya, karena
aku menolak, dia langsung pergi.
Seorang bapak-bapak berusia 57 tahun yang sedari tadi melihat tingkah
pemuda tersebut hanya tersenyum. Ternyata laki-laki tersebut kaget waktu
melihat bapak paruh baya itu. Menurut bapak tersebut, laki-laki itu
mulanya ingin meminta uang keamanan kepada penjual roti bakar. Tetapi
karena melihatnya, dia langsung ketakutan dan pura-pura minta bantuanku
untuk meng-sms temannya.
Percakapan kami dengan bapak tersebut bermula dari itu. Selanjutnya dia
menceritakan tentang pengalaman hidupnya. Sebut sajak Pak Hadi, memiliki
pengalaman kerja yang banyak sepanjang hidupnya. Dia pernah bekerja di
pengeboran lepas pantai, menjadi teknisi di bandara Cengkareng, cleaning
service di wisma Kosgoro (underbone Golkar), menjadi supir angkot dan
terakhir ini sebagai supir istri dari salah satu pengusaha keluarga
Salim.
Dia menceritakan bahwa dia sangat nyaman bekerja dengan istrinya itu
yang berinisial M. Sesekali, katanya, M sering memperhatikannya
seolah-olah seperti keluarga sendiri. Dia pun mengagumi majikannya itu.
Pekerjaannya memang lebih banyak mengantar putrinya ke sekolah. Tapi
sesekali dia juga sering mengantar M ke salon.
***
Banyak yang beranggapan kalau mendengar cerita pengalaman orang
berjam-jam, adalah perbuatan yang membosankan. Tapi menurutku, justru
sangat menarik. Apalagi yang bercerita adalah orang-orang yang lebih tua
dan matang secara pengalaman. Aku selalu beranggapan, saat aku
mendengarkan khususnya pengalaman hidup mereka, saat itu pula pintu
kegagalanku akan semakin jauh, dan pintu kesuksesan akan semakin dekat.
Karena pengalaman buruk mereka akan menjadi atensi di memoriku dan
pengalaman bagus mereka akan menjadi sumber-sumber ideku.
Meskipun temanku sudah jenuh, tapi aku masih tetap keukeuh mendengar
pengalaman mereka. Kadang-kadang, agar aku terkesan mengikuti cerita
pengalamannya, aku bertanya pada mereka. Mereka pun langsung menjawab.
Pengalaman orang-orang adalah guru bagi yang mendengarnya.
Ternyata, setelah sampai di sini dan kuamati sekali lagi tulisan ini,
aku tersadar, bisa juga menulis catatan harian seperti ini. Meskipun
tidak sebagus teman-teman lainnya, daripada kenangan 2 hari itu hilang,
setidaknya aku sudah tuliskan. Jadi kalau dibaca lagi nanti, bisa
nyengir-nyengir nih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.