SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

1.26.2014

Pianis Internasional, Edna Stern tampil di Indonesia

Pada suara hujan yang renyah ada alunan tuts-tuts piano yang mengalun di Institute Goethe, Menteng, Jakarta. Musik klasik instrumen yang harmonis itu membawa semua mata pada malam yang teduh. Alangkah syaduh permainan piano Edna Stern. Tangannya yang lunglai menari-nari di atas tuts piano, layaknya balerina. Tepat jam 8 malam, Sabtu 18 Januari 2014, dari dataran Menteng Raya, tepatnya di GoetheHaus, dimulai konser tunggal Edna Stern yang menampilkan alunan musik piano klasik, menghipnotis setiap mata yang melihatnya, setiap telinga yang mendengarnya.

Di tengah jalanan Ibukota yang dirundung air awan malam, saya dan teman pergi ke GoetheHaus untuk menonton konser musik klasik tunggal Edna Stern. Gadis yang memiliki postur tubuh jenjang ini, membawakan musik klasik instrumental dari komposer-komposer dunia seperti Couperin, Galuppi, Mozart, Haydn dan Beethoven. Alunannya sangat sempurna. Musik menyatu dengan dirinya. Hal ini terlihat dari ekspresinya yang alami. Penghayatannya terhadap nada-nada yang mengalir dan dapat dirasakan semua penonton, “Dari Rasa Sampai Ke Rasa”. Meski saya pribadi tidak terlalu memahami musik instrumental secara komprehensif, namun Edna berhasil menyampaikan pertunjukkannya tanpa mesti dimengerti, “Kadang, sesuatu itu tak mesti dimengerti, termasuk nada dan irama”.

Gbr. Edna Stern dan jemari menari di tuts piano


Run down acara pementasan, terdiri dari tiga tahapan yaitu penampilan I kemudian rehat. Lalu diteruskan dengan penampilan II. Pada penampilan pertama berlangsung sekitar 45 menit. Edna memainkan musik instrumental Couperin sebagai pembuka pementasan dilanjutkan dengan musik instrumental Galuppi dan Mozart. Setelah itu, tepuk tangan mengalir deras, Edna beranjak dari kursi kayu itu dan meninggalkan panggung selama 10 menit untuk break sejenak.

Setelah rehat, Edna melanjutkan penampilan II, masih dengan gaun sederhana berwarna kelabu tua. Untuk dekorasi panggung tidak ada yang mencolok. Hanya sebuah piano dan kursi tempat bersandar pianis dunia itu. Dalam penampilan II ini, pengajar Royal College of Music London sejak tahun 2009 ini memainkan musik instrumental dari Haydn dan Beethoven. Aksi panggungnya semakin hot. Tak jarang ekspresi dan gesture tubuhnya lebih aktif ketimbang penampilan I. Sontak  saja penonton tak berkedip melihat peformanya di atas panggung.penampilan II berlangsung sekitar 1 jam.

Gbr. Piano yang dimainkan Edna Stern

Dengan total durasi 2 jam, seoalh masih kurang. Meski pertunjukkan telah selesai namun penonton enggan meninggalkan ruang pertunjukkan institute Goethe itu. Seakan mereka menginginkan wanita manis dan ramping itu, tetap di kursinya, memainkan tuts-tuts dari piano hitam itu. Namun apa daya, Edna mesti meninggalkan panggung dan mengucapkan salam kepada para penonton.

Saya sempat merekam nada-nada yang dihasilkan dari tangan Edna. Lalu saya bandingkan dengan instrumen aslinya. Luar biasa! Hampir semua musik klasik instrumen yang dimainkan Edna, persis dengan yang dimainkan oleh para komposer dunia tersebut. Kalaupun ada yang berbeda, itu karena dimodifkasi sehingga nada yang dihasilkan lebih terdengar indah. Kalau didengar dengan seksama, nada-nada yang dihasilkan oleh para komposer Mozart, Beethoven, Haydn, Galuppi dan Couperin, adalah kumpulan nada yang rumit. bahkan birama dari nada musik klasik instrumental sangat rapat. Dan Edna memainkannya dengan sangat sempurna. Pantas saja dia sering memenangkan banyak kompetisi Internasional seperti Concertgebouw di Amsterdam dan Festival de la Roque d’Antheron di Paris.

Selama ini saya memang sering mendengar musik instrumen klasik di mp3, namun baru kali ini bisa menyaksikan secara langsung seorang pianis memainkannya. Dan meski tidak dimainkan oleh musisi aslinya, namun saya bisa merasakan bahwa musik klasik instrument tersebut bisa mempengaruhi irama jantung.

Sejak umur 6 tahun Edna Stern telah menunjukkan bakatnya bermain piano. Wanita yang lahir 6 Maret 1977 ini berkuliah di Akademi Tel Aviv, dia dilatih oleh professor Viktor Derevianko yang juga seorang pianis handal. Sudah barang tentu, pengenalannya dengan piano sejak kecil dan fokus hingga mengambil jurusan piano, Edna tumbuh menjadi wanita yang bukan saja sweet women, namun juga seorang pianis terkenal.

Pencapaiannya Edna saat ini pada dasarnya tidak terlepas dari dukungan keluarga. Pola pikir masyarakat Eropa memang pada dasarnya sudah maju. Atas dasar ini, tidak ada hambatan yang berarti dari seorang Edna untuk menjadi orang populis. Hanya saja di Indonesia, masih banyak keluarga yang melihat bakat seorang anak khususnya dalam bidang seni masih skeptik. Pola pikir yang sempit membatasi seorang anak mengembangkan diri mereka hingga menjadi ahli menjadi seniman. Pada dasarnya alasan yang sering mengemuka mengapa banyak hambatan bagi seorang anak mengembangkan bakat seninya adalah tentang kesejahteraan hidup. Menjadi seniman di Indonesia masih dianggap sebagai profesi yang kurang mencerahkan.

Ke depan, setiap keluarga perlu melihat profesi seniman sebagai salah satu pintu mencapai kesuksesan seseorang. Dengan tetap mendukung seorang anak sesuai denga bakat dan talentanya, akan menciptakan manusia-manusia yang unggul. Jangan pula memaksakan anak menjadi polisi atau seorang dokter, padahal bakat dan talenta anak tersebut ternyata ada di musik. Oleh karena itu, semoga penampilan Edna malam minggu kemarin dapat menginspirasi dan mencerahkan pola pikir masyarakat secerah alunan musik yang dihasilkan dari tuts-tuts pianonya.

Artikel ini menjadi HEADLINE di Kompasiana dan bisa dibaca juga disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.