SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

12.03.2013

Bocah Pengatur Kendaraan di Jalan Putar Arah

Gbr. 1 Pengendara Memberi Uang

Jakarta memang kota penuh sesak dengan segudang aktivitas masyarakat. Dari pagi sampai malam, dari senin ketemu senin lagi, hiruk pikuknya tak pernah surut, keramaiannya tak urung sepi. Lalu lalang segela jenis merk kendaraan mengitari tubuh jalannya. Alhasil, macet telah membudaya di kota ini. Setiap orang pun tidak lagi menganggap macet sebagai masalah asing karena telah meng-klise di tengah-tengah masyarakat.


Beberapa minggu di ibukota, acap kali kepala ini mesti menengadah ke atas. Gedung-gedung tinggi berdiri di setiap meter jalan. Bahkan tidak sedikit pula gedung yang hampir menyentuh lapisan atmosfer. Potret ibukota seperti ini yang membuat status Jakarta sebagai ibukota perlu ditinjau ulang, dipindahkan ke tempat yang lebih layak disebut sebagai ibukota, pusat pemerintahan, bukan pusat perekonomian.

Siang Sabtu yang gerah, ditusuk pedang-pedang panas matahari, disambar asap-asap kendaraan dan sesekali melesat peluru klakson yang datang dari segala penjuru, aku menyusur jalan ibukota, tepatnya di sekitar daerah pintu masuk tol Cempaka Putih. Tak ada kata libur bagi jalanan, meski akhir minggu telah datang. Itulan jalan di ibukota.


Gbr. 2 Kendaraan Mutar Arah

Melewati beberapa meter dari pintu tol itu, ada jalan putar balik/arah. Jalan putar balik/arah biasanya dibuat oleh kontraktor jalan dengan memenggal bagian tengah jalan, sehingga para pengendara tidak terlalu jauh untuk berbalik arah. Mataku menangkap beberapa orang yang ada di sela pembatas jalan itu. Gas motor pun kuhentikan, lalu menepi agar tak mengganggu pengendara lain, tepat di depan jalan putar balik. Kusaksikan aktivitas mereka di sana. Seperti polisi lalu lintas, mereka mengatur pengendara khususnya pengendara mobil untuk berbalik arah. Kadang-kadang mereka nekat memberhentikan pengendara dari jalan yang berlawanan agar pengendara yang hendak putar balik bisa melanjutkan perjalanan. Mereka begitu akrab dengan pekerjaan itu. Setelah menyelesaikan tugas, membimbing pengedara mobil putar arah, dengan cepat mereka menghampiri pintu supir mobil dan meminta uang. Tak sedikit juga para pengendara memberikan receh pada mereka. Ekspresi gembira yang diwakilkan dengan senyum itu pun tertangkap oleh pengamatanku. 

Gbr. 3 Mereka mengatur pengendara

Kehadiran mereka di jalanan dirasa sebagian orang memang cukup membantu. Selain mengantisipasi macet, mereka juga membantu menghindari kecelakaan lalu lintas. Namun tak habis pikir, ternyata orientasi mereka lebih dari sekedar sosial dan humaniti. Potensi jalan dengan banyaknya kendaraan yang lalu lalang dan memutar arah ternyata dimanfaatkan mereka mencari receh. Saya tidak dapat membayangkan, jika setiap sepuluh menit mereka mendapatkan 2.000 rupiah. Itu berarti selama satu jam mereka mendapatkan Rp. 12.000. Jika mereka ‘bekerja’ selama 10 jam, itu berarti mereka bisa mendapatkan Rp.120.000 ribu perhari dan sebulan bisa menghasilkan uang sebesar sekitar Rp.3.600.000. Tentunya ini akan menjadi pekerjaan baru. Hanya saja, apakah mereka yang menggeluti profesi sebagai pengatur jalan itu, memahami aturan-aturan lalu lintas? Rasa-rasanya polisi lalu lintas telah ‘dilangkahi’ karena pekerjaannya ternyata telah dikerjakan oleh orang lain. Alih-alih mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, pekerjaan itu telah dijadikan profesi yang berorientasi pada uang.

Pada dasarnya, mereka yang mengatur kendaraan di jalan putar arah itu berusia tanggung (13 – 17 tahun). Pekerjaan itu pun telah marak di jalan-jalan arteri ibukota. Hampir semua putar arah di alan-jalan arteri telah dihuni mereka. Meski merasa terbantu, ada juga pengedara yang beranggapan kalau mereka pengganggu. Beberapa orang yang sering berada di putar arah jalan, kadang-kadang menghalangi laju kendaraan yang hendak balik arah.

Permasalahan utama dari kehadiran pemuda di putar arah jalan sejatinya bukan terletak pada peran mereka, membantu atau mengatur, melainkan, di usia produktif itu, mengapa mereka tidak melakukan pekerjaan yang lebih positif. Selain itu, diantara mereka, ada juga yang masih perlu mendapat pendidikan formal, malah harus melakukan pekerjaan seperti itu. Bagaimana negara dan bangsa kita ke depan, jika penyambung tongkat estafet (yang dalam hal ini pemuda) hanya bisa melakukan pekerjaan yang dapat membahayakan mereka? 

Saya tidak menyalahkan apa yang para pemuda itu lakukan. Fenomena itu bukan saja untuk dikontemplasi oleh para pemuda, namun juga para orang tua dan pemerintah. Tekanan kebutuhan yang tinggi di ibukota memang memaksa orang untuk melakukan sesuatu yang dapat menghasilkan duit. Bertahan di ibukota adalah tantangan yang hampir dirasakan kebanyakan orang termasuk mereka. Hanya saja, apa yang telah mereka lakukan, kurang positif. Bukan saja karena sudah ada orang yang bertanggung jawab atas pekerjaan yang mereka lakukan, tetapi juga di usia mereka seharusnya mengenyam pendidikan untuk masa depan yang lebih baik.

Pengenyaman pendidikan untuk seluruh WNI yang merata tanpa tebang pilih, telah dieksplisitkan di UUD 1945. Paling tidak amanah ini telah ditegaskan kembali dalam aturan yang lebih teknis yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas tentang setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Namun dalam realitanya, masih banyak anak-anak dan pemuda tidak mampu merasakannya. Bukannya tidak mau, namun rendahnya daya untuk menerobos besarnya biaya pendidikan itulah yang menjadi alasan kebanyakan anak-anak dan pemuda memilih bekerja lebih dini ketimbang mengenyam pendidikan.

Potret di jalan balik arah adalah gejala keroposnya pondasi dan penerus bangsa selanjutnya. Ke depan, bukan hanya di jalanan ibukota saja, pekerjaan sebagai pengatur putar balik arah sebentar lagi akan merebak ke kota/kabupaten lainnya dan dapat dijadikan sebuah profesi yang bisa menghasilkan uang demi mempertahankan hidup.

(Tulisan ini Headline di Kompasiana. Dapat dibaca di Kompasiana.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.