Belum selesai tentang kontroversi
implementasi Kurikulum 2013, wajah pendidikan kita kembali dirudung kebobrokan.
Beberapa ruang kelas di sekolah SDN Bantarsari 03 yang ada di Bekasi, telah
ambruk pada Rabu, 20 November 2013 dini hari. Lebih dari itu, ternyata ruang
kelas yang ambruk belum genap berusia setahun. Dugaan sementara kontraktornya
kurang profesional melakukan pembangunan ruang kelas baru. Dari pengamatan para
guru dan pengurus sekolah, mendeskripsikan kalau para pekerja proyek cenderung
sembrono dan tidak serius ketika proses pembangunan kelas baru tersebut. Dengan
peristiwa ambruknya ruang kelas baru, membuat trauma dan paranoid bagi civitas
sekolah. Peristiwa ini akan mengganggu aktivitas belajar mengajar siswa.
Pendidikan yang optimal pun terancam diperoleh oleh anak-anak SD itu.
Pada tanggal 21 Juni 2013 juga
pernah terjadi kasus kelas baru roboh di SMP Negeri 25 Malang. Belum ada dua
tahun, bangunan tersebut ambruk. Meski tidak memakan korban jiwa karena terjadi
malam hari, namun pasca kejadian itu para siswa dan guru merasa ketakutan.
Kasus yang serupa juga pernah terjadi 5 bulan yang lalu di SMA Kalianget 1 Kec.
Kalianget dan SDN Larangan Barma 1, Kec. Batu Putih tidak pada jam belajar
sehingga tidak ada korban jiwa yang jatuh. Meski demikian terasa amat janggal,
karena gedung baru yang ambruk tersebut belum genap digunakan selama satu
tahun.
Jika sekolah yang baru saja rawan
ambruk apalagi sekolah yang sudah lama berdiri. Situasi seperti ini akan
mengancam proses pendidikan bangsa ini. Revitalisasi pendidikan yang selama ini
digadang-gadang oleh pemerintah baik di dunia Internasional maupun di dalam
negeri sendiri, akan menjadi bualan semata. Bagaimanapun sekolah yang merupakan
wadah pendidikan formal, sangat penting menunjang keberhasilan pencapaian
tujuan pendidikan seperti yang diamanahkan oleh UUD 1945.
Tak ada asap jika tak ada api. Kasus
ambruknya ruang kelas baru bukan tanpa penyebab. Jika dirunut lebih lanjut,
proyek pengadaan atau pembangunan fasilitas sekolah merupakan program yang
dananya telah disepakati dalam rapat RAPBN, diajukan oleh kementerian
pendidikan sehingga dapat menggunakan anggaran APBN. Negara telah mengamanatkan
peningkatan mutu pendidikan melalui fasilitas.
Program rehabilitasi bangunan
sekolah melibatkan pemerintah pusat, daerah, dan sekolah dengan birokrasi dan
prosedur yang sarat pemotongan. Dalam prosedur otonomi daerah, pihak pemda akan
melelang proyek kepada pihak kontraktor. Pasca penetapan proyek dan kontraktor,
lalu teknis pengadaannya akan direalisasikan di titik sasaran. Oleh karena itu,
ambruknya bangunan baru, tidak hanya dititikberatkan kepada pemegang
proyek/kontraktor, dalam konteks ini, pihak pemda juga khususnya dinas
pendidikan yang melakukan lelang proyek/tender, mesti bertanggung jawab.
Rehabilitasi atau pembangunan ruang
kelas tidak menggunakan biaya yang sedikit. Untuk mengelola itu pemerintah
harus jelih dan teliti agar biaya yang telah dianggarkan tidak raib di
tangan-tangan oknum. Oleh karena itu rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas
secara swakelola dengan menggunakan Tim Pelaksana Rehabilitasi Ruang Kelas
(TPR2K) sebagai penyelenggara program sangat efektif. Tim yang terdiri dari
pihak sekolah dan masyarakat ini akan menciptakan rasa saling memiliki bangunan
sekolah. Hanya saja monitoring dan evaluasi yang dilakukan tidak ketat. Lebih
lanjut strategi melibatkan masyarakat dan pihak sekolah perlu dipantau dan
diawasi agar anggaran yang diamanahkan untuk kepentingan bersama, tidak
disalahgunakan.
Sosialisasi pemerintah daerah ke
masyarakat tentang bantuan hibah rehabilitasi dan pembangunan masih minim dan
kurang optimal. Tak sedikit, bangunan sekolah yang terancam ambruk dan dapat
menyebabkan korban jiwa. Masih banyak kondisi sekolah-sekolah di pedalaman yang
tidak layak. Namun, upaya rehabilitasinya masih dalam tahapan peninjauan.
Seharusnya, prioritas program bantuan rehabilitas ruang kelas diprioritaskan
pada kondisi sekolah yang benar-benar membutuhkan. Oleh karena itu, sebagai
penghubung, pemda tidak saja melakukan peninjauan tetapi juga membantu pihak
sekolah mendapatkan bantuan dari kementerian.
Jika bermain-main dengan pendidikan,
hasilnya juga tidak akan optimal. Apalagi hal yang berhubungan dengan pendidikan
adalah persoalan masa depan bangsa, karena pondasi dari semua sektor suatu
bangsa (ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan sebagainya), ditopang oleh
pendidikan. Tanpa pendidikan yang baik, suatu negara tidak akan memiliki
kualitas SDM yang mumpuni. Maka dari itu, dalam merealisasikan program
pemberian bantuan hibah rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas sekolah,
pemerintah mesti serius, sehingga sekolah dapat menciptakan bangsa yang
manusiawi dalam rangka meningkatkan kemajuan bangsa.
Sinyalemen negatif tentang indikasi
korupsi di ranah pendidikan dan telah terendus oleh pihak pemantau tindak korupsi
(seperti KPK dan ICW). Alangkah malunya negeri ini, anggaran yang seharusnya ditujukan
untuk tujuan mulia, harus masuk ke kantong oknum-oknum yang barangkali lebih rendah
dari makhluk yang bermartabat paling rendah di planet ini.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.