SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

7.18.2013

Sistem UKT rawan penyimpangan

Alangkah mulianya kebijakan yang sedang diterapkan oleh pejabat Negara di lingkungan pendidikan. Melalu Permendikbud R.I. No. 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada PTN di Lingkungan Kemendikbud, sistem uang kuliah mahasiswa telah bertransformasi. Konsep pembayaran uang kuliah di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mengadopsi sistem subsidi silang. Mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, mendapat kemudahan uang kuliah. Bahkan ada juga beberapa PTN menggratiskan uang kuliahnya. Sementara bagi mahasiswa yang berasal dari keluarga mampu, tetap membayar uang kuliah. Uang kuliah yang dibayar mahasiswa akan diturunkan tahun ini karena pemerintah memberikan Bantuan Operasional Perguruan TInggi Negeri (BOPTN).


Pada dasarnya jumlah uang kuliah tiap mahasiswa dipengaruhi oleh status ekonomi. Mahasiswa yang dianggap kurang mampu sekali akan dikelompokan pada kelompok satu (1) dan kurang mampu akan dikelompokan ke dalam kelompok dua (2). Kelompok 1 dan 2 akan membayar uang kuliah yang lebih ringan. Persentase kuota mahasiswa yang berada di kelompok ini pun tidak banyak. Masing-masing kelompok memiliki jatah 5 % dari total mahasiswa baru.

Registrasi dan penetapan kelompok mahasiswa sedang berlangsung pada tahun ajaran 2013/2014 ini dan mahasiswa baru wajib melengkapi syarat-syarat administrasi yang telah ditentukan agar pihak panitia dapat mengelompokkan mahasiswa baru dengan efektif.

Namun, kebijakan sistem uang kuliah seperti ini, ternyata rawan penyimpangan dan dampak negatif. Adapun penyimpangan dan dampak tersebut adalah:

Pertama, dengan diterapkannya sistem seperti ini, dkhawtirkan akan terjadi tindak Nepotisme yang tinggi. Sistem ini rentan dengan praktek diskriminatif. Peluang tindak ‘penitipan’ berkas memungkinkan terjadi. Apalagi jika ada saudara atau relasi dari pihak penyeleksi, merupakan mahasiswa baru yang ikut mendaftarkan diri.

Kedua, kemungkinan data mahasiswa baru bisa bersifat manipulatif untuk mendapatkan bantuan yang lebih besar. Dan hal ini tidak sulit dilakukan jika tidak ada kroscek dan survei yang rinci.

Ketiga, sistem seperti ini akan menimbulkan dampak kastanisasi di lingkungan kampus. Mahasiswa yang berstatus kelompok 1 dan 2 memungkinkan mendapatkan perlakuan yang tidak setara dengan mahasiswa lainnya baik dari pihak universitas ataupun dari sesama mahasiswa.

Maka dari itu, sudah sepatutnya pemerintah memikirkan hal tersebut. Pemerintah harus mengawal program uang kuliah tunggal dengan baik. Tim pengawas harus benar-benar bekerja untuk mengantisipasi penyimpangan yang bisa saja terjadi di lapangan. Dan pemerintah juga harus bertindak tegas terhadap kecurangan yang terjadi. Selain itu, pemerintah juga harus mengantisipasi tindak-tindak pendiskreditan terhadap mahasiswa kelompok 1 dan 2 dengan cara terus memantau dampak yang terjadi di lapangan dari penerapan sistem uang kuliah tunggal.


Uang kuliah tunggal (UKT) dengan sistem subsidi silang seperti ini pada dasarnya merupakan konsep yang sudah diterapkan di beberapa sekolah. Oleh karena itu, harapannya sistem uang kuliah tunggal mampu menjadi pertolongan pertama atas permasalahan pendidikan perguruan tinggi yang cenderung mahal dan tidak berpihak pada masyarakat kurang mampu. Semoga sistem uang kuliah tunggal perdana di tahun ajaran baru pada lingkungan perguruan tinggi negeri dapat berjalan lancar tanpa penyimpangan. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.