Alangkah mulianya kebijakan yang
sedang diterapkan oleh pejabat Negara di lingkungan pendidikan. Melalu
Permendikbud R.I. No. 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang
Kuliah Tunggal pada PTN di Lingkungan Kemendikbud, sistem uang kuliah mahasiswa
telah bertransformasi. Konsep pembayaran uang kuliah di lingkungan Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) mengadopsi sistem subsidi silang. Mahasiswa yang berasal
dari keluarga tidak mampu, mendapat kemudahan uang kuliah. Bahkan ada juga
beberapa PTN menggratiskan uang kuliahnya. Sementara bagi mahasiswa yang
berasal dari keluarga mampu, tetap membayar uang kuliah. Uang kuliah yang
dibayar mahasiswa akan diturunkan tahun ini karena pemerintah memberikan
Bantuan Operasional Perguruan TInggi Negeri (BOPTN).
Pada dasarnya jumlah uang kuliah
tiap mahasiswa dipengaruhi oleh status ekonomi. Mahasiswa yang dianggap kurang
mampu sekali akan dikelompokan pada kelompok satu (1) dan kurang mampu akan
dikelompokan ke dalam kelompok dua (2). Kelompok 1 dan 2 akan membayar uang
kuliah yang lebih ringan. Persentase kuota mahasiswa yang berada di kelompok
ini pun tidak banyak. Masing-masing kelompok memiliki jatah 5 % dari total
mahasiswa baru.
Registrasi dan penetapan kelompok
mahasiswa sedang berlangsung pada tahun ajaran 2013/2014 ini dan mahasiswa baru
wajib melengkapi syarat-syarat administrasi yang telah ditentukan agar pihak
panitia dapat mengelompokkan mahasiswa baru dengan efektif.
Namun, kebijakan sistem uang kuliah seperti
ini, ternyata rawan penyimpangan dan dampak negatif. Adapun penyimpangan dan
dampak tersebut adalah:
Pertama,
dengan diterapkannya sistem seperti ini, dkhawtirkan akan terjadi tindak Nepotisme
yang tinggi. Sistem ini rentan dengan praktek diskriminatif. Peluang tindak
‘penitipan’ berkas memungkinkan terjadi. Apalagi jika ada saudara atau relasi
dari pihak penyeleksi, merupakan mahasiswa baru yang ikut mendaftarkan diri.
Kedua,
kemungkinan data mahasiswa baru bisa bersifat manipulatif untuk mendapatkan
bantuan yang lebih besar. Dan hal ini tidak sulit dilakukan jika tidak ada
kroscek dan survei yang rinci.
Ketiga,
sistem seperti ini akan menimbulkan dampak kastanisasi di lingkungan kampus.
Mahasiswa yang berstatus kelompok 1 dan 2 memungkinkan mendapatkan perlakuan
yang tidak setara dengan mahasiswa lainnya baik dari pihak universitas ataupun
dari sesama mahasiswa.
Maka dari itu, sudah sepatutnya
pemerintah memikirkan hal tersebut. Pemerintah harus mengawal program uang
kuliah tunggal dengan baik. Tim pengawas harus benar-benar bekerja untuk mengantisipasi
penyimpangan yang bisa saja terjadi di lapangan. Dan pemerintah juga harus
bertindak tegas terhadap kecurangan yang terjadi. Selain itu, pemerintah juga
harus mengantisipasi tindak-tindak pendiskreditan terhadap mahasiswa kelompok 1
dan 2 dengan cara terus memantau dampak yang terjadi di lapangan dari penerapan
sistem uang kuliah tunggal.
Uang kuliah tunggal (UKT) dengan
sistem subsidi silang seperti ini pada dasarnya merupakan konsep yang sudah
diterapkan di beberapa sekolah. Oleh karena itu, harapannya sistem uang kuliah
tunggal mampu menjadi pertolongan pertama atas permasalahan pendidikan
perguruan tinggi yang cenderung mahal dan tidak berpihak pada masyarakat kurang
mampu. Semoga sistem uang kuliah tunggal perdana di tahun ajaran baru pada lingkungan
perguruan tinggi negeri dapat berjalan lancar tanpa penyimpangan. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.