SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

7.18.2013

Hingar bingar tentang KTP

Suasana Bulan Ramadhan mirip dengan suasana nyepi kaum Hindu, dimana kedua momentum besar dan religius ini sering dimanfaatkan sebagai momentum refleksi dan kontemplasi. Tak akhyal, sering kita rasakan adanya penurunan suasana gaduh dan riuh di keseharian kita. Karena memang nuansa yang bersifat reflektif identik dengan kesunyian. Setidaknya itu yang sering kita rasakan pada kedua momentum ini. Namun, di bulan Ramadhan kali ini, kesunyian berubah menjadi kegaduhan. Hal ini disebabkan karena banyaknya masyarakat yang doyan ngomongin tentang Kartu Tanda Penduduk (KTP).


Kemarin malam, terjadi razia di tempat-tempat hiburan dan ketika diminta menunjukkan KTP, ternyata banyak yang tidak ada. Alasan mereka karena lupa membawa. Dan karena tidak membawa KTP, mereka pun diangkut ke kantor polisi dan ditahan sementara sebelum ada keluarga yang menjemput. Gara-gara ‘lupa’ bawa KTP, keluarga mereka pun menanggung malu.

Lain lagi halnya, tentang Pilkada dan Pemilu. Di momentum pesta rakyat yang demokrasi seperti ini, KTP menjadi hal sensitif. Ketika salah seorang teman, ingin meminjam KTP dari orang lain, perasaan curiga muncul bertubi-tubi. Yang dipinjam merasa khawtir sekaligus skeptik, karena takut KTP-nya disalahgunakan. Padahal teman saya hanya meminjam KTP untuk urusan kuliah.

Desas desus penyalagunaan KTP untuk mensukseskan calon baik di Pilkada ataupun di Pemilu, belakangan memang santer terdengar. Hal ini bukan tanpa alasan. Seorang calon yang akan maju baik di Pilkada ataupun di Pemilu yang melalui Independen (tanpa usungan partai), harus mengumpulkan dukungan fotokopi KTP (syarat berlaku dan dapat dibaca di aturan suksesi). Dan dampaknya, kalau mau minjam KTP seseorang di saat momentum seperti ini, kita harus siap dihujani pertanyaan yang skeptik.

Kericuhan tentang KTP pun masih berlanjut di kantor kecamatan dan kelurahan. Banyaknya E-KTP yang masih belum jadi, diprotes warga. Lambatnya kerja-kerja aparatur Negara, menghambat masayrakat memiliki kartu identitas. Padahal untuk mengurus hal-hal yang berhubungan dengan civil, masyarakat harus memiliki identitas. Sehingga tidak sedikit masayarakat yang celoteh kalau pelaksanaan program E-KTP tidak siap.

Belakangan memang KTP menjadi buah bibir dan buah satire masyarakat. Walaupun KTP hanya benda kecil yang sering disimpan di dompet, namun kegunaannya menjadi sorotan di suasana seperti ini. Namun dari semua gambaran di atas, ada hal yang lebih penting lagi, jika kita mempercakapkan KTP, yaitu tentang pointer identitas yang ada di KTP.

Adapun pointer-pointer identitas di KTP yang kita ketahui seperti, nama, TTL, jenis kelamin, alamat lengkap, status, pekerjaan, kewarganegaraan, agama dan waktu limit berlakunya KTP. Namun dari jenis itu semua, ada yang seharusnya tidak perlu dituangkan dalam kartu identitas, yaitu pointer Agama. Di KTP seharusnya tidak perlu ada penyebutan Agama, karena Agama adalah hal personal. Di Negara yang menganut pluralisme dan menjunjung kebhinekaan, pointer Agama seharusnya dihilangkan. Karena hal ini dapat meningkatkan diskriminasi yang akan terlihat konyol.

Sebut saja beberapa kasus ketika seseorang menggunakan KTP-nya untuk mengurus sesuatu. Karena kebetulan yang menjadi Customer Service (CS)-nya berbeda agama dengan yang ingin mengurus sesuatu ini, sehingga si CS lebih mengutamakan kepentingan orang-orang yang seagama dengan dia. Maka dari itu, tidak jarang kita melihat masyarakat memiliki dua KTP dengan agama yang berbeda hanya karena memperlancar mengurus sesuatu.

Seharusnya KTP dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya. Jangan dijadikan media untuk memunculkan diskriminasi. Dan pada momentum Ramadhan ini seharusnya kita saling mendekatkan diri bukan saja dengan yang sama agama melainkan juga yang berbeda agama. Karena pada dasarnya kita berdiri di pertiwi yang sama, memiliki falsafah Negara yang sama dan dihidupkan oleh kekayaan alam yang sama.


Oleh karena itu, untuk mendukung pluralisme yang masih labil, kita harus meminimalisir perbincangan tentang SARA dan satire tentang Agama, karena pada dasarnya agama itu bersifat vertikal. Dan salah satu strategi untuk meminimalisir hal tersebut, dengan menghapus pointer identitas Agama pada KTP.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.