SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

12.03.2012

Menjadi Seorang Guru: Meraup Laba atau menggapai amal

Bukan sekali dua kali, terlihat seorang guru bahkan guru berstatus pegawai negeri harus bekerja sebagai tenaga pengajar atau pegawai lepas di lembaga pendidikan. Pagi di sekolah, siang di lembaga. Sepertinya kurang cukup itu gaji untuk memenuhi tiap jengkal perut. Disadari atau tidak, hal inilah yang menjadi salah satu penyebab lambannya progresifitas perkembangan pendidikan di Negeri ini. Ketidaktotalan terhadap satu instansi (sekolah) mempengaruhi keseriusan seseorang bekerja di instansi tersebut termasuk seorang guru.



Entah mengapa isu permasalahan pendidikan hari ini yang terbangun di masayarakat adalah karena disebabkan kekurangsejahterannya kehidupan seorang guru. Lantas menjadi hal yang lumrah ketika seorang guru mengabdi pada dua instansi yang berbeda atau memiliki usaha dan pekerjaan lainnya diluar tugasnya sebagai guru.

Persepsi seperti inilah yang menjadi ‘virus’ dan merusak kesakralan pendidikan sebagai proses pendewasaan manusia. Sehingga dampak yang terjadi adalah, orientasi menjadi guru telah bergeser dan paradigma mahasiswa keguruan ikut-ikutan bergeser.

Animo siswa yang memilih konsentrasi keguruan semakin meningkat bukan karena orientasi sebagai pendidik. Harus diakui loncatan minat siswa memilih konsentrasi keguruan karena adanya prospek yang baik ke depan. Padahal, menjadi seorang guru yang memiliki tanggung jawab mendidik bukan berorientasi pada materi yang bersifat fragmatis semata. Tetapi lebih dari itu, guru merupakan motor utama untuk mengubah bangsa menjadi lebih baik dengan melakukan pendewasaan atau human de human.
Peningkatan kesejahteraan guru seharusnya perlu dicermati oleh pemangku kebijakan. Selain prosedur menjadi seorang guru perlu lebih selektif, adalah pergeseran orientasi menjadi seorang guru itu yang mejadi boomerang atas nasib jutaan anak bangsa. Melihat data lapangan bahwa tingkat minat calon mahasiswa memilih konsentrasi keguruan seharusnya bisa menjadi indicator apakah konsentrasi keguruan semakin diminati karena memang ada niatan untuk mencerdaskan bangsa atau hanya sekedar meraup ‘laba’.
Perlu kita perhatikan bersama, dunia pendidikan bukan seperti dunia ekonomi yang hitung-hitungan dan feed back konkret. Dunia pendidikan adalah dunia moral dan sacral. Untuk menciptakan manusia yang bermoral dan berintelek, perlu wadah yang seperti itu juga. Dan dalam hal ini pendidikan harus bersih dari dunia kepramatismean seperti itu.

Oleh karena itu, re-orientasi menjadi guru perlu dilakukan. Adanya indikasi-indikasi pergeseran orientasi menjadi guru, harus segera diminimalisir agar dunia pendidikan tidak dijadikan ajang bisnis meraup keuntungan semata. Karena pada dasarnya menjadi seorang guru bukan sekedar meraup ‘laba’ lebih dari itu menggapai amal. Itulah karakter guru sejati.

Dapat dibaca di Kompasiana.com

2 komentar:

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.