Mahasiswa adalah komponen masyarakat namun seiring
berjalannya waktu posisi mahasiswa di tengah masyarakat sudah tidak memiliki
pengaruh. Dahulu mahsiswa masih dianggap sebagai orang yang intelektual dan
bijak. Setiap perkataan, ide dan gagasan yang keluar dari mahasiswa masih
dianggap penting dalam masyarakat. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang lebih
percaya kepada mahasiswa ketimbang pemerintah. Tetapi itu dulu, bukan sekarang.
Mahasiswa dewasa ini tidak lagi memiliki pengaruh dan power serta partisipasi pada masayrakat, sehingga masyarakat pun
tidak lagi respect terhadap
mahasiswa. Hal ini lebih disebabkan karena mahasiswa sekarang sudah kehildangan
semangat dan nilai-nilai sosial. Kuatnya pengaruh eksternal menjadi factor
utama menurunnya nilai sosial mahasiswa. Tentunya situasional seperti ini
merupakan ancaman ke depan. Mahasiswa sebagai regenerasi bangsa kelak akan
menjadi pengganti-pengganti pemimpin seakarang. Tetapi jika calon pemimpin yang
dalam hal ini mahasiswa, tidak menunjukkan kapasitan dan tidak memiliki
nilai-nilai sosial, mustahil bisa menjadi pemimpin yang ideal ke depan.
Salah satu hal yang penting untuk diperbaiki dalam tatanan
pola piker mahasiswa sekarang adalah dengan sebuah bentuk pencerdasan. Terkait
dengan pesta demokrasi yang akan sebentar lagi berlangsung, mulai dari pilkada
di beberapa provinsi hingga pemilu, tentunya mahasiswa pun harus berpartisipasi
dalam agenda penentu masa depan seperti ini. Oleh karena itu, agar mahasiswa
memiliki pola piker yang matang terkait ini, mahasiswa dianggap perlu memahami
demokrasi itu sendiri.
Pada dasarnya melihat kondisi mahasiswa sekarang, bisa
dikatakan bahwa paradigm mahasiswa terhadap demokrasi sangat menurun. Bahkan
istilah demokrasi masih banyak yang lupa. Kalaupun masih ingat itu karena waktu
pelajaran PPKn, mahasiswa tersebut serius mendengarkan penjelasan yang
disampaikan guru. Selebihnya untuk memahami demokrasi itu sendiri tidak
dilakukan sehingga paradigm mahasiswa terhadap demokrasi masih tergolong rendah
(trivialitas). Maka dari itu perlu
strategi untuk membongkar paradigm mahasiswa yang masih trivialitas agar dapat berpartisipasi untuk mendukung dan mengawal
demokrasi di negeri kita.
Sejak revolusi dari rezim orba ke reformasi, demokrasi di
Indonesia semakin meningkat. Tetapi hal ini tidak sejalan dengan
pengimplementasiannya di daerah-daerah. Saya tidak akan menyebutkan contoh
daerah yang masih menganut demokrasi konvensional, tetapi masih banyak daerah
yang masih menerapkan demokrasi seperti ini yang bersifat Chauvinistis. Adanya otoriter atau semi-feodal masih terasa di
beberapa daerah. Padahal system pemerintahan yang kita pakai adalah siste
demokrasi.
Situasi ini tentunya menjadi indicator bahwa pengekangan
terhadap demokrasi masih tinggi. Dan dalam hal ini mahasiswa seharsunya bisa
melihat ini sebagai permasalahan. Selanjutnya untuk menyelesaikan masalah
seperti ini mahasiswa perlu memahami kembali demokrasi dan
mengimplementasikannya dalam bermasyarakat khsusnya dalam menentukan setiap
pilihan.
Membongkar paradigman trivialitas mahasiswa terkait
demokrasi adalah solusi untuk menciptakan mahasiswa representasi system Negara
kita.
UOUS
Thank you so much.
BalasHapusok
Hapussama-sama
tx sudah mampir:)