Amanah
UUD’45 pasal 33 ternyata masih jauh dari harapan. Pemerintah sebagai
motor dalam hal ini, belum mampu mewujudkan amanah tersebut sampai saat
ini. Bahkan secara implisit, telah terjadi fenomena contradiction in terminis antara
amanah yang telah dieksplisitkan di konstitusi tertinggi dengan
implementasi di lapangan. setidaknya, inilah yang terjadi pada Andika
Ramadhan Febriansah.
Keinginannya
untuk melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi harus kandas dihalangi
tembok finansial, padahal Andika sudah melewati ujian seleksi masuk
mandiri dan sudah dinyatakan lulus tes, hanya saja jika belum membayar
sumbangan kepada Universitas sebesar 4 juta, maka Andika dinyatakan
mundur dan tidak bisa menjalani studi di UNJ. Mimpinya untuk melanjutkan
studi harus menggantung di jemuran uang.
Andika
termasuk pemuda yang optimis. Alumni SMA Masjid Terminal ini –dikelola
oleh yayasan Bina Mandiri- sebelumnya telah mencoba Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2011 namun gagal. Kemudian
pada tahun ini, ia kembali mencoba mengikuti SNMPTN, namun gagal
kembali. Harapan pun jadi kenyataan ketika mimpinya dijawab oleh
pengumuman Ujian Mandiri Universitda Negeri Jakarta (UNJ) dan dinyatakan
lulus di Fakultas Ilmu Sosial jurusan Sejarah, tetapi karena masih
memiliki masalah dengan ‘administrasi’, Andika masih belum bisa
memastikan untuk bisa studi di UNJ atau tidak, karena dana yang
dibutuhkan sekitar 4 juta padahal untuk makan sehari-hari pun terkadang
tidak seperti anjuran dunia kesehatan -3 kali sehari dan 4 sehat 5
sempurna. Seorang yang memiliki pekerjaan sampingan penjual peyek ini
pun berasal dari keluarga yang kurang mampu dan tidak bisa mengharapkan
lebih kepada keluarga karena hasil kerja orangtuanya hanya bisa
mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Andika
adalah satu dari sekian banyak putra-putri bangsa mewakili segudang
remaja lainnya, tidak bisa berbuat banyak ketika diperhadapkan dengan
masalah finansial, mengingat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sangat
sulit, apalagi harus memberi sumbangan kepada Universitas dengan dana
yang besar. Lalu, apakah ini amanah yang dimaksudkan di UUD’45 pasal 33?
Pemerintah
selaku pemegang kekuasaan pun seakan menutup mata terhadap permasalahan
ini. Padahal pendidikan adalah proses menghasilkan manusia-manusia yang
akan melanjutkan arak-arakan merah putih, dan Andika terancam
mendapatkan mendapatkan pendidikan itu.
Jika
melihat keseriusan Andika untuk mengenyam pendidikan Perguruan Tinggi,
rasa-rasanya betapa berdosalah Negara ini yang menghalangi niatan anak
bangsa untuk mewujudkan mimpinya apalagi cuma dikarenakan alasan dana.
Inilah
potret Pendidikan Negara kita, “yang berduit yang sekolah”. Lalu kemana
impian anak bangsa lainnya yang berasal dari keluarga tidak mampu,
apakah mereka salah jika bermimpi atau salahkan mereka jika ingin
mewujudkan impiannya?
Dari
data yang diperoleh di masyarakat, alasan utama ketidakinginan siswa
yang telah lulus SMA untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi lebih
disebabkan karena tidak memiliki dana. Tentunya ini amat diasayangkan
jika putra-putri bangsa harus dihambat dengan masalah pendanaan. Dan
jika pemerintah menutup mata terhadap masalah ini, bukan tidak mungkin
Negara kita kelak akan berada diujung kehancuran.
Peristiwa
yang dialami Andika adalah dampak, komersialisasi pendidikan yang tidak
relevan dengan amanah UUD’45. Dan kita akan selalu menjadi bangsa yang
penuh aturan tetapi hanya di atas kertas.
baca juga artikel di Kompasiana
baca juga artikel di Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.