PARTAI
POLITIK BERBASIS AGAMA HANYA JUAL – JUALAN*
Bagaimana mungkin partai politik
berbasis agama bisa mensejahterahkan rakyat? Kalaupun ada, lantas rakyat yang
mana? Partai politik keagamaan sangat sarat dengan oriented communal(1).
Selain itu dinamika partai politik yang berlandaskan atas nama agama rentan
sebagai pemicu konflik SARA dan tidak
akan mendukung jalannya demokrasi di Negara kita. Demokrasi tidak akan berjalan
di negara yang sedang berkembang yang mempunyai partai politik berbasis agama
(Robert Kaplan: 2000)(2).
Sudah barang tentu partai politik yang seperti ini tidak akan pernah berniat
mensejahterahkan rakyat karena sudah jelas partai politik ini bersifat
fragmentatif dan tidak merepresentasi keanekaragaman dan segala perbedaan yang
ada di Indonesia.
Partisipasi partai – partai politik berbasis
agama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dewasa ini juga tidak terlalu
signifikan. Justru belakangan, partai – partai berbasis keagamaan sangat concern terhadap penggugatan UU Pemilu
yang baru disepakati. Ada ketakutan yang muncul terhadap kriteria – kriteria yang
termaktub dalam UU tersebut. Dan hal ini mengancam keberlangsungan partai berbasis
agama khususnya yang menyangkut tentang ‘jatah’ kursi di parlemen.
Dari fenomena ini kita bisa saksikan
betapa naifnya partai politik berbasis agama. Dengan menjual nama agama, mereka
menyuarakan kepentingan rakyat. Namun ketika ada UU yang mengancam
keberlangsungan partai, para partai politik tersebut sangat getol agar UU tersebut
bisa ditinjau ulang. Menurut hemat penulis, partai politik berbasis agama
seharusnya lebih menunjukkan eksistensinya dengan bentuk-bentuk yang real jika
ingin ‘dilirik’ oleh masyarakat sehingga keberlangsungan partai dapat terjaga.
Perhatian terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat akan lebih bersubstansi
ketimbang harus ngotot untuk merevisi ataupun mencabut UU Pemilu yang telah
disepakti oleh parlemen.
Agama memang menjadi isu yang paling
strategis untuk memuluskan suatu kepentingan. Dan menjadi tidak heran ketika banyak
partai politik berbasis agama muncul dalam ‘ring’ dengan membawa embel-embel agama. Tetapi hakikatnya
partai-partai seperti ini tidak akan pernah menjadi partai penguasa pada sebuah
Negara yang demokrasi dan pluralistik apalagi untuk berkontribusi real terhadap
kesejahteraan masyarakat umum. Dan kita akan menemukan suatu arsiran bahwa
adanya partai politik berbasis agama hanya akan dijadikan ‘jual-jualan’ untuk
kepentingan oknum atau kelompok.
Oleh karena itu, masyarakat perlu
pencerdasan terkait tentang orientasi dan ‘janji manis’ partai politik berbasis
agama yang contradiction in terminis(3) agar masyarakat tidak terlena dengan tameng agama. Ada hal penting
selain kepentingan komunal yaitu kepentingan masyarakat yang beraras pada
kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai kesejahteraan hakiki di Negara ini,
masyarakat tidak boleh saling menyekat diri. Keberagaman yang ada di Negara
kita adalah potensi untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Hanya saja partai
politik berbasis agama merusak potensi ini sehingga semakin mempertebal sekat-sekat
atas keberagaman itu sendiri.
Tanpa kesatuan dan persatuan yang utuh,
kesejahteraan tidak mungkin untuk diraih. Dengan demikian, mari kita lebih
bijak untuk melihat partai politik yang betul – betul representatif atas
keberagaman bangsa. Karena sejatinya kita tidak bisa menolak kehadiran banyak
partai karena sistem yang kita anut adalah sistem demokrasi. Maka dari itu mau
tidak mau kita perlu mengkaji lebih luas, orientasi partai-partai politik yang memang
merepresentasikan persatuan dan kesatuan bangsa serta berpihak kepada
kepentingan rakyat. Karena jika bangsa ini bisa bersatu, niscaya kita bisa berharap lebih jauh atas perubahan kesejahteraan
yang lebih baik bagi masyarakat.
*Hendry
Roris P. Sianturi, Mahasiswa Semester Akhir Pendidikan Biologi Universitas
Lampung dan Aktif di GMKI Bandarlampung sebagai Sekretaris Jendral
Catatan kaki:
(1)Merupakan
orientasi hanya pada suatu golongan/kelompok dan tidak menjadi orientasi
bersama.
(2)Lihat.
Wibowo, I. Negara dan Bandit Demokrasi:
hlm. 28-29.
(3)Suatu
kondisi yang berlawanan dengan yang seharusnya.
Sangat tak pantas partai politik menggunakan logo2, simbol2 atau segala hal yg berbau agama karena karena pada akhirnya agama & nama Tuhan hanya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan politik, dimana pada kenyataannya tak pernah ada politik yg benar2 bersih. Dalam ungkapan yg lebih vulgar, menggunakan agama untuk kepentingan politik adalah penghinaan atau bahkan penistaan terhadap agama dan Tuhan itu sendiri!
BalasHapus