SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

10.23.2012

POLEMIK KESEMRAWUTAN URBAN

Urbanisasi yang tidak stabil adalah salah satu permasalahan Negara ini. Tidak adanya pembatasan yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat sehingga masyarakat secara masif, berbondong-bondong dari desa datang ke perkotaan. Pada dasarnya pemahaman masyarakat tentang potret kehidupan di perkotaan cukup baik. Hanya saja kecenderungan paradigma tersebut masih kalah dengan hasrat yang tinggi untuk hidup di perkotaan, sehingga menyebabkan jumlah warga di perkotaan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sebut saja kota Makasar, yang tiap tahunnya terjadi penambahan penduduk (kaum urban) sekitar 20 % (Dispencapil Makasar). Kota terbesar ke-3 di Indonesia ini dan beberapa kota-kota besar lainnya seperti Jakarta dan Surabaya, memang menjadi salah satu tujuan perantauan dan tempat mengadu nasib para kaum urban. Dan sejalan dengan itu, akan membentuk sebuah polemik dan menjadi pemicu lahirnya permasalahan-permasalahan klise, seperti, meningkatnya tindakan kriminalitas dan premanisme, meningkatnya warga pinggiran, meningkatnya pendirian bangunan tanpa izin, meningkatnya pengangguran, dan membuat kota semakin semrawut dan tidak kondusif apalagi jika manajemen tata kotanya ikut-ikutan tidak berjalan dengan baik.


Selain melakukan pembatasan urbanisasi, pemerintah kota perlu memperhatikan kondisi perkotaan agar kondusif dan layak huni serta tidak terlihat semrawut, yaitu dengan mengatur tata kota (design urban) yang baik. Penataan kota yang baik salah satunya adalah dengan mengatur lahan perkotaan secara fungsional dan memperhatikan ruang hijau. Menurut Shirvani (1985), bahwa untuk menata lahan perkotaan tepat guna dan fungsional perlu memperhatikan beberapa elemen diantaranya, Pertama, bentuk dan massa bangunan dan gedung-gedung. Jumlah bangunan pencakar langit yang banyak tidak menjamin sebuah perkotaan dikatakan maju. Tata kota yang baik perlu memperhatikan kondisi kelayakan bentuk bangunan, baik tinggi ataupun massa bangunan tersebut dengan memperhatikan risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat pendirian bangunan. Kedua, sirkulasi. Sirkulasi dalam hal ini berhubungan dengan pencemaran udara akibat limbah, gas tercemar dan polutan akibat asap kendaraan. Tata kota yang baik perlu memperhatikan sirkulasi kota untuk menciptakan masyarakat yang sehat. Ketiga, ruang terbuka. Pemerintah kota perlu menyediakan ruang terbuka dalam sebuah kota. Banyaknya jumlah penduduk perkotaan berdampak pada peningkatan kesemerautan dan ketidakteraturan. Oleh karena itu demi mengatasi permasalahan ini, ruang terbuka seperti lapangan, street furniture, trotoar, tempat pejalan kaki (pedestrian area), green belt, taman dan sebagainya, yang perlu diadakan. Keempat, tanda-tanda (signage). Tanda-tanda penunjuk jalan merupakan salah satu elemen yang mesti ada untuk mendukung penataan kota yang baik. Dengan adanya tanda-tanda penunjuk kota akan terlihat rapi dan teratur. Dan terakhir kelima, kegiatan/tempat pendukung. Adanya kegiatan/tempat pendukung seperti pusat pertokoan, pusat perbelajaan, pusat perkantoraan, perpustakaan, pusat rekreasi, dan sebagainya dianggap penting dalam sebuah kota.

Adanya sinergisasi antara tata kelola dan pembatasan terhadap urbanisasi tentunya akan menciptakan citra perkotaan yang baik dan tertata, sehingga akan menciptakan masyarakat perkotaan yang teratur pula. Oleh karena itu hal yang penting diperhatikan saat ini adalah bagaimana menyelesaikan permasalahan urbanisasi dan kepadatan perkotaan yaitu dengan pembatasan urbanisasi dan mengatur urban design yang baik.


Penulis adalah Hendry Roris P. Sianturi, Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Lampung dan menjabat sebagai Sekretaris GMKI Bandarlampung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.