Sumber: wikimedia.org
Permasalahan
Over Import beras yang terjadi
belakangan ini masih belum tuntas. Status Indonesia sebagai Negara agraris
cenderung semu dan paradoks. Tentunya menjadi preseden buruk ketika Indonesia
dikatakan sebagai Negara agraris, namun nyatanya ‘tukang’ impor beras. Dari
data Badan Pusat Statistik tahun 2011, Indonesia telah mengimpor 1,9 juta ton
beras. Berdasarkan data kuantitatif ini, ‘gelar’ Indonesia sebagai Negara
Agraris sepertinya perlu dintinjau kembali.
Hiruk-pikuk
permasalahan impor beras tidak hanya berdampak pada sosio-ekonomi masyarakat
semata. Ihwal ini juga mengundang pro-kontra dalam bidang kesehatan. Fakta yang
diperoleh ternyata beras yang diimpor dari beberapa Negara luar disinyalir
mengandung Arsenik(1) (The King of All Toxin). Menurut
Hardiansyah Ridwan, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Ketua Umum
Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan Indonesia manyatakan bahwa “temuan arsenik
pada beras impor Thailand, India dan Amerika seharusnya menjadi peringatan bagi
pemrintah untuk mengawasi kandungan arsenik dalam beras impor. Ditambah beras
adalah makanan pokok masyarakat pada umumnya.” Hal ini berkaitan dengan fakta
tentang Negara pengimpor beras ke Indonesia seperti Amerika, ternyata memiliki
permasalahan produksi beras. Menurut Consumer
Reports(2), bahwa
telah ditemukan zat arsenik dalam beras yang kadarnyanya cukup tinggi di
Amerika dan hampir ditemukan di semua varietas beras. Itu artinya arsenik telah
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia mengingat bahwa Amerika merupakan salah
satu pengimpor beras dengan besaran 14 ribu ton (sepanjang 2011). Dan
kemungkinan masyarakat mengkonsumsi arsenik menjadi semakin tinggi. Dengan
demikian sepanjang tahun 2011 saja, jika total beras impor sebesar 1,9 juta
ton, itu artinya, dari 240 juta penduduk Indonesia, 5,8 % masyarakat atau 14
juta diantaranya kemungkinan sudah terkontaminasi arsenik.
Pada
dasarnya arsenik dengan kadar yang rendah (dibawah 50 bagian per semiliar/pbb:
menurut WHO), masih belum mengancam kesehatan. Tetapi beda halnya jika zat ini
dikonsumsi dalam kadar yang lebih tinggi atau secara terus menerus, akan
menyebabkan penyakit yang dapat berujung pada kematian. Setidaknya Munir (aktivis
HAM) adalah korban dari arsenik. Pihak kedokteran menvonis bahwa Munir
meninggal karena keracunan yang disebabkan karena tingginya kandungan arsenik
yang terdapat pada makanannya. Begitupun Napoleon Bonaparte, tokoh Perang
Perancis yang awal kematiannya disebutkan karena kanker lambung, ternyata
belakangan ini setelah melakukan penelitian kembali, kematian Napoleon lebih
disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang mengandung arsenik dalam jumlah
tinggi.
Arsenik
adalah salah satu unsur kimia yang bersifat metolid(3) dan karsinogen(4).
Zat ini biasanya sering terdapat pada pestisida dan insektisida, sehingga banyak
terdapat pada tanah dan air yang tercemar. Selain itu, zat ini sangat berbahaya
bagi kesehatan. Arsenik dapat menyebabkan gangguan pada hampir semua sistem
manusia – sistem pencernaan, peredaran darah, reproduksi dan ekskresi – yang
berujung pada kematian.
Oleh
karena itu, mengingat kuat dugaan pada beras impor yang mengandung Arsenik
seharusnya pemerintah harus sigap dan mengambil langkah preventif untuk mengantisipasi
dampak dari arsenik. Terlepas faktor ekonomi ataupun adanya sabotase senjata masal biologi yang
mencoba masuk ke Indonesia, pemerintah harus melihat ini sebagai permasalahan
serius karena sudah menyangkut kelangsungan hidup masyarakat. Dan tIndakan
konkret yang memunginkan untuk segera dilakukan adalah pertama, melakukan
pengawasan yang ketat terhadap beras-beras impor yang masuk khsusunya beras
yang berasal dari Negara yang memiliki tingkat kandungan tanah dan air yang
mengandung arsenik yang tinggi. Dalam hal ini Badan Karantina Pertanian harus
lebih serius memeriksa kandungan berbahaya pada beras impor. Kedua,
perlu merivisi Peraturan Menteri Pertanian No. 88 Tahun 2011 yang tidak
antisipatif karena tidak menekankan pengawasan kandungan arsenik di dalam beras.
Revisi ini baiknya menekankan pada pemeriksaan dan tindak lanjut pada beras
yang mengandung arsenik untuk meminimalisir produksi dan pengimporan beras yang
mengandung arsenik. Ketiga, perlu adanya sosialisasi kepada masayrakat terkait
gambaran tentang beras yang mengandung arsenik serta dampaknya bagi kesehatan.
Pencerdasan melalui sosialisasi pada masayarakat dapat dilakukan dengan tepat
sasaran dan menyeluruh.
Ketiga
hal itu sangat memungkinkan untuk dilakukan segera mungkin mengingat beras yang
mengandung arsenik telah mendivergen ke seluruh daerah. Kalau tidak ditangani
dan diselesaikan dengan serius, dikhawatirkan sepuluh atau dua puluh tahun
lagi, usia masayarakat Indonesia akan semakin pendek dan akan timbul berbagai
jenis penyakit baru yang susah disembuhkan terlebih dapat meningkatkan tingkat
kematian.
Di
tengah kondisi permasalahan eko-sosio-edu-pol yang semakin tinggi, tidak
sekonyong-konyong pula pemerintah melupakan permasalahan kesehatan masayrakat. Untuk
itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah preventif untuk mengatasi
permasalahan ini, karena bisa saja tubuh kita pun sudah terkontaminasi dengan
Arsenik –raja semua racun. Dan di tengah hingar-bingar globalisasi dewasa ini,
bisa jadi arsenik akan menjadi senjata biologis pembunuh massal di masa depan.
Penulis
adalah Hendry Roris P. Sianturi, Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas
Lampung yang sedang menyelesaikan skripsi dan aktif di GMKI Bandarlampung
sebagai Sekretaris Cabang.
Catatan
kaki:
(1)
unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol As, Golongan VA dan no.
atom 33.
(2)adalah
majalah perlindungan konsumen Amerika Serikat yang menemukan Arsenik pada
hampir semua varietas beras dalam kadar yang tinggi setelah melakukan
penelitian sejak April 2012.
(3)adalah
unsur kimia yang bersifat semi-konduktor atau jenis meta-logam antara logam dan
non-logam.
(4)adalah
kemampuan merangsang pembentukan sel kanker
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.