Pada kabut tipis dan selembar awan hitam di sebuah warung kecil, kami berteduh. Saat itu sengon dan mahoni bersemi bunga sedang sesekali lewat pipit atau burung gereja di atas seng itu lalu kepaknya tetap amboi walau hujan menari-loncat dari awan. Setidaknya ada 11 orang ketika itu yang mesti berteduh dan saling berebut oksigen karena kelibat hujan semakin lebat yang terpaksa harus menunda perjalanan. Warung kecil yang berjarak kurang lebih 10 meter dari kantor Polda provinsi ini, kebetulan tidak beroperasi hari itu sehingga cukup untuk menampung para peteduh yang sedang menunggu lampu merah buat hujan di langit
yang senduh.
Yang lebat mulai mereda, namun tetap
saja tidak berhenti. Hujannya semakin kalem dan sederhana namun awet. Konsistensinya amat mengganggu perjalanan kami untuk mengunjungi salah satu donatur buat kegiatan organisasi yang sekiranya akan dilaksanakan seminggu lagi.
Perteduhanku pecah saat kedua bola mata menyaksikan seorang laki paruh baya sedang asik bercengkrama dengan hujan. Yang dilakukannya pada saat itu adalah memindahkan sampah-sampah yang telah diambil sebelumnya dari rumah-rumah warga di sekitar daerah itu kemudian memasukkan sampah-sampah yang telah diambilnya tadi dan memindahkannya dari gerobak kecilnya ke dalam bak yang lebih besar. Walau hujan turun, tetap saja dia memindahkan sampah yang sudah dikumpulinya ke dalam gerobak yang besar. Sampah yang telah bercampur bersama air hujan masuk ke dalam bak sampah yang lebih besar. Bak besar ini terletak tepat di pinggir jalan di depan warung kecil yang menjadi perteduhan kami.
Biasanya memang para 'pahlawan' pemungut sampah setiap harinya mengambil dan mengumpuli sampah-sampah warga dengan gerobak yang mereka bawa. Setelah semua sampah selesai diambil dari rumah ke rumah, kemudian sampah yang diambil tadi akan dimasukkan ke bak yang biasanya terletak di pinggir jalan. Kenapa bak besar dibuat di pinggir jalan, itu agar truk/mobil sampah lebih cepat untuk membawa sampah-sampah rumah tangga ke Tempat Penampungan Sampah (TPS). Biasanya di daerah ini, truk sampah datang ketika matahari hendak muncul dari perut bumi, ketika hendak mengawali sinar hari.
Barangkali kali karena sudah bersahabat dengan hujan, laki paruh baya itu, sehingga tidak menjadi hambatan buatnya untuk menunaikan tugasnya walau hujan datang. Laki paruh baya yang selalu setia dengan tugasnya untuk menciptakan kebersihan dan keindahan.
Namun semangat laki paruh baya untuk menjaga kebersihan dan keindahan, tidak didukung dengan budaya masyarakat kita hari ini. Masyarakat kurang peduli dengan yang namanya sampah, sehingga soal kebersihan, kota Bandarlampung sangat buruk. Bahkan di hari lingkungan hidup 2012, Bandarlampung memperoleh predikat Kota Besar Terkotor se-Nusantara (Kementerian Negara Lingkungan Hidup).
Kerja keras bapak laki paruh baya yang terlihat dari kejauhan itu, seolah sia-sia. "Barangkali kalau semangat yang dimiliki laki paruh baya dimiliki semua orang, khususnya masyarakat Bandarlampung, bukan tidak mungkin akan lebih mudah mengulang prestasi Adipura tahun 2007 silam".
Tetapi memang permasalahan ini tidak luput dari budaya dan karakter bangsa kita secara umum. Ternyata selain moral kita yang jorok dan kotor akibat ulah para koruptor di Negara ini, ternyata secara estetika bernegara, Indonesia pun masuk kategori Negara-negara kotor di dunia. Saat ini (2012,), Indonesia menduduki peringkat ke-134 negara terbersih. Survei yang dilakukan atas kerjasama Universitas Yale dan Universitas Colombia inipiun menempatkan Swiss sebagai jawara Negara terbersih dengan disusul Swedia di urutan kedua.
Dalam gambaran ini dapat kita katakan bahwa Indonesia di mata Dunia merupakan Negara yang tidak serius mengurusi kebersihan, sehingga wajar saja kalu kota-kota di Indonesia jarang ada yang bersih.
Sederhananya saja, setiap 1 kilometer jalan sudah berapa banyak mata kita dihiasi pemandangan sampah. Belum lagi toilet publik yang biasanya pun kebersihannya kurang terjaga. Dan barangkali masih banyak lagi. Padahal kebersihan sangat erat kaitannya dengan kesehatan dan keindahan, dan lebih jauh lagi kesehatan untuk jasmani sedang keindahan adalah sebagaian dari iman: katanya.
Pada dasarnya bukan tidak mungkin sebenarnya Indonesia bisa mengungguli Sweden ataupun Swiss sebagai Negara terbersih di Planet ini. Hanya saja kondensasi semangat masyarakat Indonesia masih minim. Ditambah ketidakseriusan pemerintah untuk mengkampanyekan kebersihan.
Dan untuk itu, sketsa di atas bisa mentransformasi motivasi kita agar lebih serius menjaga kebersihan untuk menciptakan kehidupan yang sehat dan indah. Tinggal bagaimana kita bisa memulainya, dan bisa dilakukan dengan hal yang paling sederhana, yaitu "membuang sampah pada tempatnya".
INI SEDERHANA DAN SEMUA ORANG DAPAT MELAKUKANNYA. "Membuang Sampah pada Tempatnya".
Semoga ke depan Negara kita bisa lebih bersih.
UOUS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.