SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

1.21.2012

Laporan tentang Pengelolaan Laboratorium

BAB I. PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang

“Theory without practice as is walk with one foot”. Peribahasa yang memaparkan bahwa betapa pentingnya pengimplementasian teori dalam bentuk praktek. Teori merupakan lentera yang menunjukkan arah yang valid. Tetapi teori tidak bisa berdiri sendiri. Teori akan kelihatan kokoh jika bisa dipraktekkan sesuai dengan pemahaman teori tersebut. Dalam dunia pendidikan, teori dan praktek tidak bisa dipisahkan khususnya dalam ilmu sains. Teori akan menjadi lemah ketika tidak ada bukti yang riil terlihat. Oleh karena itu praktek menjadi menyatu dengan teori. Praktek dalam dunia sains bisa diadakan di in door maupun out door tergantung kondisi sesuai dengan teori yang ada. Disebut in door ketika kegiatan praktek diadakan di dalam ruangan atau sering disebut dengan laboratorium sedangkan out door adalah kegaitan/praktek yang diadakan di luar ruangan/lapangan. pada kesempatan kali ini akan lebih focus untuk mengkaji tentang praktek in door atau praktek di dalam laboraorium. Laboratorium merupakan pendukung utama dalam dunia sains. Tanpa laboratorium maka teori – teori yang lahir tidak kuat dan tidak akurat. Bahkan teori tanpa disertai uji coba yang dilakukan di laboratorium akan terlihat lemah.



Berdasarkan hal ini laboratorium menjadi hal yang mutlak harus ada untuk mengkaji lebih dalam tentang teori – teori yang ada di ilmu sains. Laboratorium akan semakin optimal untuk mendukung pembelajaran ilmu sains jika pengelolaan dan manajemen labaoratorium dilakukan dengan baik Pada pengelolahan laboratorium, banyak aspek yang harus diperhatikan untuk menciptakan laboratorium yang fungsional agar bisa mendukung proses pembelajaran sains seperti: peralatan laboratorium, cara merawat dan menjaga laboaratorium sampai pada antisipasi seandainya terjadi hal – hal yang tidak diinginkan di laboratorium. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan mengingat esensinya sebagai pendukung proses pembelajaran sains.

Pengelolaan laboratorium harus dilakukan secara intensif dan sistemik. Dan biasanya penggunaan laboratorium apapun memiliki aturan dan larangan. Aturan dan larangan ini dibuat untuk menghindari kemungkinan terburuk yang bisa terjadi karena laboratorium sering berhubungan dengan bahan – bahan yang berbahaya jika terjadi kesalahan dalam melakukan praktek. Laboratorium menjadi tempat pengimplementasian awal terhadap uji coba – uji coba segala teori. Setelah itu baru di – follow up ke kehidupan sehari – hari setelah matang dipraktekkan di laboratorium. Oleh karena itu, di dalam laporan ini akan dikaji dan dibahas tentang pengelolaan laboartorium yang baik benar untuk mengoptimal laboratorium sebagai pendukung pembelajaran sains.

B. Tujuan

Adapun tujuan daripada pembuatan laporan ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengelollan laboratorium yang baik dan benar
2. Untuk menghindari kemungkinan terburuk yang terjadi di laboratorium
3. Untuk mempelajari kegunaan alat – alat laboratorium


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 


Mikroskop (bahasa Yunani: micron = kecil dan scopos = tujuan) adalah sebuah alat untuk melihat obyek yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Ilmu yang mempelajari benda kecil dengan menggunakan alat ini disebut mikroskopi, dan kata mikroskopik berarti sangat kecil, tidak mudah terlihat oleh mata. Jenis-jenis mikroskop Jenis paling umum dari mikroskop, dan yang pertama diciptakan, adalah mikroskop optis. Mikroskop ini merupakan alat optik yang terdiri dari satu atau lebih lensa yang memproduksi gambar yang diperbesar dari sebuah benda yang ditaruh di bidang fokal dari lensa tersebut.

Berdasarkan sumber cahayanya, mikroskop dibagi menjadi dua, yaitu, mikroskop cahaya dan mikroskop elektron. Mikroskop cahaya sendiri dibagi lagi menjadi dua kelompok besar, yaitu berdasarkan kegiatan pengamatan dan kerumitan kegiatan pengamatan yang dilakukan. Berdasarkan kegiatan pengamatannya, mikroskop cahaya dibedakan menjadi mikroskop diseksi untuk mengamati bagian permukaan dan mikroskop monokuler dan binokuler untuk mengamati bagian dalam sel.

Mikroskop monokuler merupakan mikroskop yang hanya memiliki 1 lensa okuler dan binokuler memiliki 2 lensa okuler. Berdasarkan kerumitan kegiatan pengamatan yang dilakukan, mikroskop dibagi menjadi 2 bagian, yaitu mikroskop sederhana (yang umumnya digunakan pelajar) dan mikroskop riset (mikroskop dark-field, fluoresens, fase kontras, Nomarski DIC, dan konfokal). Struktur mikroskop Ada dua bagian utama yang umumnya menyusun mikroskop, yaitu: Bagian optik, yang terdiri dari kondensor, lensa objektif, dan lensa okuler. Bagian non-optik, yang terdiri dari kaki dan lengan mikroskop, diafragma, meja objek, pemutar halus dan kasar, penjepit kaca objek, dan sumber cahaya. Pembesaran Tujuan mikroskop cahaya dan elektron adalah menghasilkan bayangan dari benda yang dimikroskop lebih besar. Pembesaran ini tergantung pada berbgai faktor, diantaranya titik fokus kedua lensa (objektif f1 dan okuler f2, panjang tubulus atau jarak (t) lensa objektif terhadap lensa okuler dan yang ketiga adalah jarak pandang mata normal (sn). Sifat bayangan baik lensa objektiv maupun lensa okuler keduanya merupakan lensa cembung Secara sederhana dan garis besar lensa objektif menghasilkan suatu bayangan sementara yang mempunyai sifat semu, terbalik, dan diperbesar terhadap posisi benda mula mula. baik pada mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron. Yang menentukan sifat bayangan akhir selanjutnya adalah lensa okuler. Pada mikroskop cahaya bayangan akhir mempunyai sifat yang sama seperti bayangan sementara semu, terbalik, dan lebih lagi diperbesar. Pada mikroskop elektron bayangan akhir mempunyai sifat yang sama seperti gambar benda nyata, sejajar, dan diperbesar. Petunjuk: Jika seseorang menggunakan mikroskop cahaya dia meletakkan huruf A dibawah mikroskop maka yang dia lihat pada mikroskop tampilan bayangan tersebut adalah huruf tersebut hanya terbalik dan diperbesar. (R. Ganda Soebrata : Penuntun Laboratorium Klinik, PT. Dian Rakyat 1985)


Spatula adalah alat untuk mengambil obyek. Spatula yang sering digunakan di laboratorium biologi atau kimia berbentuk sendok kecil, pipih dan bertangkai. Ada tiga jenis spatula untuk keperluan laboratorium: Spatula yang terbuat dari logam (stainlessteel) digunakan untuk mengambil obyek yang telah diiris untuk sediaan mikroskop. Spatula politena atau tanduk, digunakan sebagai sendok untuk mengambil bahan kimia padat. Spatula nekel adalah spatula yang disepuh dengan nekel, digunakan sebagai sendok kecil untuk mengambil bahan kimia. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengaduk dalam pembuatan larutan kecuali larutan asam. Berasal dari sebatang kaca yang berdiameter 4 mm, dipotong menurut panjang yang sesuai dan ujung – ujungnya dibulatkan dengan nyala Bunsen. Batang itu panjangnya seharusnya 20 cm untuk digunakan pada tabung reaksi dan 8 – 10 cm untuk pinggan dan gelas piala kecil. Pipa kaca berongga tidak boleh digunakan sebagai batang pengaduk. Suatu batang yang satu ujungnya runcing yang dibuat dengan memanaskan sebatang batang kaca pada nyala, kemudian menarik pada waktu masih lunak seperti dalam membuat jet kaca dan menatahkan menjadi dua, digunakan untuk melubangi ujung kerucut kertas saring untuk meindahkan isi kertas saring ke bejana lain, dengan semprotan air dari sebuat botol cuci. Batang kaca yang ujungnya berkaret disebut juga policeman digunakan untuk membuat zat padat dari dinding dalam wadah kaca. Batang pengaduk terbuat dari politena ( polietilena ) dengan suatu dayung yang berbentuk kipas pada kedua ujungnya berfungsi sebagai policeman yang memuasakan pada temperatur laboratorium : dayung ini dapat dilekukkan dalam segala bentuk. ( Vogel, 1990 : 156 /disadur dari http://id.wikipedia.org/wiki/Spatula)

Peralatan Dasar
1. Gelas Kimia (beaker) : berupa gelas tinggi, berdiameter besar dengan skala sepanjang dindingnya. Terbuat dari kaca borosilikat yang tahan terhadap panas hingga suhu 200 oC. Ukuran alat ini ada yang 50 mL, 100 mL dan 2 L.
Fungsi : Untuk mengukur volume larutan yang tidak memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi - Menampung zat kimia - Memanaskan cairan - Media pemanasan cairan

2. Labu Erlenmeyer : berupa gelas yang diameternya semakin ke atas semakin kecil dengan skala sepanjang dindingnya. Ukurannya mulai dari 10 mL sampai 2 L.
Fungsi : - Untuk menyimpan dan memanaskan larutan - Menampung filtrat hasil penyaringan - Menampung titran (larutan yang dititrasi) pada proses titrasi

3. Gelas ukur : berupa gelas tinggi dengan skala di sepanjang dindingnya. Terbuat dari kaca atau plastik yang tidak tahan panas. Ukurannya mulai dari 10 mL sampai 2 L.
Fungsi : - Untuk mengukur volume larutan tidak memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi dalam jumlah tertentu

4. Pipet : alat untuk mengambil cairan dalam jumlah tertentu maupun takaran bebas. Jenisnya : - Pipet seukuran : digunakan untuk mengambil cairan dalam jumlah tertentu secara tepat, bagian tengahnya menggelembung. - Pipet berukuran : berupa pipa kurus dengan skala di sepanjang dindingnya.
Berguna untuk mengukur dan memindahkan larutan dengan volume tertentu secara tepat. - Pipet tetes : berupa pipa kecil terbuat dari plastik atau kaca dengan ujung bawahnya meruncing serta ujung atasnya ditutupi karet. Berguna untuk mengambil cairan dalam skala tetesan kecil. - Buret : berupa tabung kaca bergaris dan memiliki kran di ujungnya. Ukurannya mulai dari 5 dan 10 mL (mikroburet) dengan skala 0,01 mL, dan 25 dan 50 mL dengan skala 0,05 mL. Fungsi : Untuk mengeluarkan larutan dengan volume tertentu, biasanya digunakan untuk titrasi.

5. Tabung reaksi : berupa tabung yang kadang dilengkapi dengan tutup. Terbuat dari kaca borosilikat tahan panas, terdiri dari berbagai ukuran.
Fungsi : - Sebagai tempat untuk mereaksikan bahan kimia - Untuk melakukan reaksi kimia dalam skala kecil

6. Kaca arloji : terbuat dari kaca bening, terdiri dari berbagai ukuran diameter.
Fungsi : - Sebagai penutup gelas kimia saat memanaskan sampel - Tempat saat menimbang bahan kimia - Tempat untuk mengeringkan padatan dalam desikator

7. Corong : terbuat dari plastik atau kaca tahan panas dan memiliki bentuk seperti gelas bertangkai, terdiri dari corong dengan tangkai panjang dan pendek. Cara menggunakannya dengan meletakkan kertas saring ke dalam corong tersebut.
Fungsi : - Untuk menyaring campuran kimia dengan gravitasi.

8. Cawan : terbuat dari porselen dan biasa digunakan untuk menguapkan larutan.

9. Mortar dan pestle : terbuat dari porselen, kaca atau batu granit yang dapat digunakan untuk menghancurkan dan mencampurkan padatan kimia.

10. Spatula : berupa sendok panjang dengan ujung atasnya datar, terbuat dari stainless steel atau alumunium. Fungsi : - Untuk mengambil bahan kimia yang berbentuk padatan - Dipakai untuk mengaduk larutan

11. Batang pengaduk : terbuat dari kaca tahan panas, digunakan untuk mengaduk cairan di dalam gelas kimia.

12. Kawat kasa : kawat yang dilapisi dengan asbes, digunakan sebagai alas dalam penyebaran panas yang berasal dari suatu pembakar.

13. Kaki tiga : besi yang menyangga ring dan digunakan untuk menahan kawat kasa dalam pemanasan.

14. Burner / pembakar spiritus : digunakan untuk memanaskan bahan kimia.

15. Bola hisap : digunakan untuk membantu proses pengambilan cairan. Terbuat dari karet yang disertai dengan tanda untuk menyedot cairan (suction), mengambil udara (aspirate) dan mengosongkan (empty).

16. Neraca analisis : digunakan untuk menimbang padatan kimia.

Peralatan Pendukung

1. Labu ukur : berupa labu dengan leher yang panjang dan bertutup; terbuat dari kaca dan tidak boleh terkena panas karena dapat memuai. Ukurannya mulai dari 1 mL hingga 2 L.
Fungsi : - Untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu dan mengencerkan larutan.
Cara menggunakan : - Mengisikan larutan yang akan diencerkan atau padatan yang akan dilarutkan. Tambahkan cairan yang dipakai sebagai pelarut sampai setengah labu terisi, kocok kemudian penuhkan labu sampai tanda batas. Sumbat labu, pegang tutupnya dengan jari, kocok dengan cara membolak-balikkan labu sampai larutan homogen.

2. Labu bundar : berupa labu dengan leher yang panjang, alasnya ada yang bundar, ada yang rata. Terbuat dari kaca tahan panas pada suhu 120-300 oC.Ukurannya mulai dari 250 mL sampai 2000 mL.
Fungsi : Untuk memanaskan larutan dan menyimpan larutan.

3. Corong Buchner : berupa corong yang bagian dasarnya berpori dan berdiameter besar. Terbuat dari porselen, plastik atau kaca. Berguna untuk menyaring sampel agar lebih cepat kering.
Cara menggunakannya dengan meletakkan kertas saring yang diameternya sama dengan diameter corong.

4. Erlenmeyer Buchner : berupa gelas yang diameternya semakin ke atas semakin mengecil, ada lubang kecil yang dapat dihubungkan dengan selang ke pompa vakum. Terbuat dari kaca tebal yang dapat menahan tekanan sampai 5 atm. Ukurannya mulai dari 100 mL hingga 2 L. Dipakai untuk menampung cairan hasil filtrasi.
Cara menggunakannya : Diawali dengan memasang corong Buchner di leher labu, pasang selang yang tersambung ke pompa vakum pada bagian yang menonjol.

5. Corong pisah : berupa corong yang bagian atasnya bulat dengan lubang pengisi terletak di sebelah atas, bagian bawahnya berkatup. Terbuat dari kaca. Fungsi : Untuk memisahkan campuran larutan yang memiliki kelarutan yang berbeda. Biasanya digunakan dalam proses ekstraksi.
Cara menggunakannya : campuran yang akan dipisahkan dimasukkan lewat lubang atas, katup dalam keadaan tertutup. Pegang tutup bagian atas, corong dipegang dengan tangan kanan dan kiri dalam posisi horisontal, kocok agar ekstraksi berlangsung dengan baik. Buka tutup bagian atas, keluarkan larutan bagian bawah melalui katup secara pelan. Tutup kembali katup jika larutan lapisan bawah sudah keluar.

6. Desikator : berupa panci bersusun dua yang bagian bawahnya diisi bahan pengering, dengan penutup yang sulit dilepas dalam keadaan dingin karena dilapisi vaseline.
Ada 2 macam desikator : desikator biasa dan vakum. Desikator vakum pada bagian tutupnya ada katup yang bisa dibuka tutup, yang dihubungkan dengan selang ke pompa. Bahan pengering yang biasa digunakan adalah silika gel.
Fungsi : - Tempat menyimpan sampel yang harus bebas air - Mengeringkan padatan
Cara menggunakannya : - Dengan membuka tutup desikator dengan menggesernya ke samping. - Letakkan sampel dan tutup kembali dengan cara yang sama. Keterangan : Silika gel yang masih bisa menyerap uap air berwarna biru; jika silika gel sudah berubah menjadi merah muda maka perlu dipanaskan dalam oven bersuhu 105 oC sampai warnanya kembali biru.

7. Cawan petri : berbentuk seperti gelas kimia yang berdinding sangat rendah. Terbuat dari kaca borosilikat tahan panas. Berfungsi sebagai wadah menimbang dan menyimpan bahan kimia, mikrobiologi.

8. Botol semprot : berupa botol tinggi bertutup yang terbuat dari plastik. Berfungsi sebagai tempat menyimpan aquades.
Cara menggunakannya dengan menekan badan botol sampai airnya keluar.

9. Krusibel : berupa mangkok kecil yang dilengkapi tutup dan terbuat dari porselen tahan panas, alumina. Dipakai sebagai tempat untuk mereaksikan bahan kimia. Pada saat krus masih dalam keadaan panas, jangan langsung dikenai air. Perubahan suhu mendadak menyebabkan krus pecah.

10. Kaki tiga krus : terbuat dari porselen dan berfungsi untuk menaruh krusibel saat akan dipanaskan langsung di atas api.

11. Statif : terbuat dari besi atau baja yang berfungsi untuk menegakkan buret, corong, corong pisah dan peralatan gelas lainnya pada saat digunakan.

12. Klem manice : terbuat dari besi atau alumunium yang berfungsi untuk memegang peralatan gelas yang dipakai pada proses destilasi. Bagian belakangnya dihubungkan dengan statif menggunakan klem bosshead.

13. Klem bosshead : terbuat dari besi atau alumunium yang berfungsi untuk menghubungkan statif dengan klem manice atau pemegang corong.

14. Klem buret : terbuat dari besi atau baja untuk memegang buret yang digunakan untuk titrasi.

15. Pemegang corong : terbuat dari besi atau baja untuk memegang corong atau corong pisah yang dipakai pada proses penyaringan atau pemisahan. Bagian belakang disambungkan dengan statif menggunakan klem bosshead.

16. Tang krusibel : terbuat dari besi atau baja untuk mengambil dan membawa krusibel.

17. Stirrer magnetic : magnet yang digunakan untuk mengaduk larutan.

18. Sentrifuge : berfungsi untuk mengendapkan dan memisahkan padatan dari larutan.

19. Chromatography chamber : terbuat dari kaca yang digunakan dalam proses kromatografi kertas.

20. Spectronic 20 : digunakan untuk mengukur absorbansi larutan berwarna dalam proses spektrofotometri. 

Teknik Dasar di Laboratorium

1. Cara memanaskan cairan Harus memperhatikan kemungkinan terjadinya bumping (meloncatnya cairan akibat peningkatan suhu drastis). Cara mencegahnya dengan menambahkan batu didih ke dalam gelas kimia. a. Pemanasan cairan dalam tabung reaksi - Jangan sampai mengarahkan mulut tabung reaksi kepada praktikan baik diri sendiri maupun orang lain - Jepit tabung reaksi pada bagian dekat dengan mulut tabung - Posisi tabung ketika memanaskan cairan agak miring, aduk dan sesekali dikocok - Pengocokan terus dilakukan sesaat setelah pemanasan b. Pemanasan cairan dalam gelas kimia dan labu Erlenmeyer Bagian bawah dapat kontak langsung dengan api sambil cairannya digoyangkan perlahan, sesekali diangkat bila mendidih.

2. Cara membaca volume pada gelas ukur Masukkan cairan yang akan diukur lalu tepatkan dengan pipet tetes sampai skala yang diinginkan. Bagian terpenting dalam membaca skala di gelas ukur tersebut adalah garis singgung skala harus sesuai dengan meniskus cairan. Meniskus adalah garis lengkung permukaan cairan yang disebabkan adanya gaya kohesi atau adhesi zat cair dengan gelas ukur.

3. Cara menggunakan buret Sebelum digunakan, buret harus dibilas dengan larutan yang akan digunakan. Cara mengisinya : Kran ditutup kemudian larutan dimasukkan dari bagian atas menggunakan corong gelas. Jangan mengisi buret dengan posisi bagian atasnya lebih tinggi dari mata kita. Turunkan buret dan statifnya ke lantai agar jika ada larutan yang tumpah dari corong tidak terpercik ke mata. Jangan sampai ada gelembung yang tertinggal di bagian bawah buret. Jika sudah tidak ada gelembung, tutup kran. Selanjutnya isi buret hingga melebihi skala nol, lalu buka kran sedikit untuk mengatur cairan agar tepat pada skala nol.

4. Cara menggunakan neraca analitis - Nolkan terlebih dulu neraca tersebut - Letakkan zat yang akan ditimbang pada bagian timbangan - Baca nilai yang tertera pada layar monitor neraca - Setelah digunakan, nolkan kembali neraca tersebut (Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana : FKUI 1996.)


BAB III. MENGENAL PERALATAN PENGOLAHAN LABORATORIUM 


Pengolahan bahan adalah semua pelaksanaan yang ditunjukan untuk menyiapkan atau menyempurnakan keadaan sampel agar siap digunakan untuk tahap selanjutnya. Ada dua jenis perlakuan – perlakuan dalam pengolahan bahan yaitu perlakuan mekanis dan perlakuan thermal. Perlakuan mekanis adalah perlakuan yang menggunakan alat – alat laboratorium yang berbasis gerak seperti stirrer (pengaduk) dan shaker (pengocok). 

Alat – alat ini sangat mendukung pengolahan bahan sebelum diuji pada setiap percobaan. Sedangkan perlakuan thermal ialah perlakuan pengolahan bahan yang menggunakan alat – alat laboratorium yang berhubungan dengan panas atau suhu seperti oven, tanur (furnace), freezer, incubator, lempeng pemanas (hot plate), waterbath. Pengenalan alat – alat laboratorium penting untuk diketahui. Pada dasarnya alat – alat laboratorium memiliki fungsi masing – masing untuk mendukung kegiatan percobaan. Selain itu alat – alat laboratorium harus digunakan sesuai dengan prosedur untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan terjadi ketika melakukan percobaan. 

 Disisi lain, penting untuk mempersiapkan alat- alat laboratorium untuk mengefisiensikan percobaan dilaboratorium. Persiapan yang baik sangat berpengaruh dengan kegiatan percobaan. Oleh karena itu penataan dan pengolaan alat – alat laboratorium. Peralatan pengolahan bahan juga perlu dirawat untuk mempertahankan fungsionalnya sebagai alat – alat laboratorium agar bisa dimaksimalkan dalam rangka mendukung kerja – kerja di laboratorium. 


BAB IV. PENGENALAN PERALATAN ANALITIK 


Dunia merupakan suatu konstruksi yang sangat komplit dan terdiri dari benda hidup dan tak hidup, keduanya saling berinteraksi satu sama lain, benda mati seperti air,udara, tanah,batu dan lain lain serta benda hidup seperti mahluk hidup. Ciri mahluk hidup seperti bernapas, bergerak, berkembang biak, dan lain-lain tidak dimiliki benda mati, tetapi benda hidup juga tak dapat tanpa benda mati. Kehidupan merupakan sesuatu yang sangat rumit, manusia hanya bias mengetahui tentang alat-alat tubuh dan fungsinya tetapi tidak bisa memikirkan dari mana asal kehidupan, karena itu muncullah teori tentang kehidupan mulai dari teori abiogenesis yang menyatakan makhluk hidup berasal dari benda mati sampai kepada teori biogenesis yang menyatakan mahluk hidup berasal dari benda hidup. 

A. Sumber Kesalahan Dalam Pengukuran Analitik Faktor yang memepengaruhi presisi dan bias di atas dapat diakibatkan oleh kesalahan yang terjadi karena berbagai penyebab. Menurut Miller & Miller (2001) tipe kesalahan dalam pengukuran analitik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 
1. Kesalahan serius (Gross error) Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi. Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagent yang digunakan, peralatan yang memang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan ini cukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat memberikan pola hasil yang jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat rendah dan lain lain. 
2. Kesalahan acak (Random error) Golongan kesalahan ini merupakan bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil dari suatu perulangan menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara individual berada di sekitar harga rata-rata. Kesalahan ini memberi efek pada tingkat akurasi dan kemampuan dapat terulang (reprodusibilitas). Kesalahan ini bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa direduksi dengan kehati-hatian dan konsentrasi dalam bekerja, dsd
3. Kesalahan sistematik (Systematic error) Kesalaahn sistematik merupakan jenis kesalahan yang menyebabkan semua hasil data salah dengan suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan: 
   a. Standarisasi prosedur 
   b. Standarisasi bahan   
   c. Kalibrasi instrumen Paper seri Manajemen Laboratorium 

Secara umum, faktor yang menjadi sumber kesalahan dalam pengukuran sehingga menimbulkan variasi hasil, antara lain adalah: 
a. Perbedaan yang terdapat pada obyek yang diukur. Hal ini dapat diatasi dengan: - Obyek yang akan dianalisis diperlakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh ukuran kualitas yang homogen - Mengggunakan tekhnik sampling dengan baik dan benar 
b. Perbedaan situasi pada saat pengukuran Perbedaan ini dapat diatasi dengan cara mengenali persamaan dan perbedaan suatu obyek yang terdapat pada situasi yang sama. Dengan demikian sifat-sifat dari obyek dapat diprediksikan. 
c. Perbedaan alat dan instrumentasi yang digunakan. Cara yang digunakan untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan alat pengatur yang terkontrol dan telah terkalibrasi. 
d. Perbedaan penyelenggaraan/administrasi. Kendala ini diatasi dengan menyelesaikan permasalahannon-teknis dengan baik, sehingga keadaan peneliti selalu siap untuk sehingga melakukan kerja. 
e. Perbedaan pembacaan hasil pengukuran. Kesalahan ini dapat diatasi dengan selalu berupaya untuk mengenali alat atau instrumentasi yang akan digunakan terlebih dahulu. 

Dari lima faktor penyebab kesalahan dalam bidang analitik maka peralatan dan instrumentasi sangat berpengaruh. Peralatan pada dasarnya harus dikendalikan oleh pemakainya. Untuk peralatan mekanis yang baru relatif semua sistem sudah berjalan dengan optimal, sebaliknya untuk alat yang sudah berumur akan banyak menimbulkan ketidak optimuman karena komponen aus, korosi dan sebagainya. Demikian juga peralatan elektrik, pencatatan harus selalu dikalibrasi dan dicek ulang akurasinya. Untk peralatan yang menggunakan sensor atau detektor maka perawatan dan kalibrasi akan berperan penting. 


BAB V. TEKNIK STERILISASI DAN ASEPTIK 


A. Teknik Sterilisasi Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992). 

Adanya pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak sempurnanya proses sterilisasi. Jika sterilisasi berlangsung sempurna, maka spora bakteri yang merupakan bentuk paling resisten dari kehidupan mikrobia akan diluluhkan (Lay dan Hastowo, 1992). 

Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu panas, penyaringan, radiasi, dan penambahan bahan kimia. Sedangkan sterilisasi dengan cara panas dapat dilakukan dengan panas basah, panas kering, pemanasan bertahap dan perebusan. 

1. Pemanasan basah Pemanasan basah adalah sterilisasi panas yang digunakan bersama-sama dengan uap air. Pemanasan basah biasanya dilakukan didalam autoklaf atau aterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan pada suhu 1210C selama 15 menit (Hadioetomo, 1985). Cara pemanasan basah dapat membunuh jasad renik atau mikroorganisme terutama karena panas basah dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim didalam sel (Fardiaz, 1992). 

2. Pemanasan kering Dibandingkan pemanasan basah, pemanasan kering kurang efisien dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi serta waktu lama untuk sterilisasi. Hal ini disebabkan karena tanpa kelembaban maka tidak ada panas laten (Hadioetomo, 1985). Pemanasan kering dapat menyebabkan dehidrasi sel dan oksidasi komponen-komponen di dalam sel (Fardiaz, 1992). Keuntungan dari pemanasan kering adalah tidak adanya uap air yang membasahi bahan atau alat yang disterilkan, selain itu peralatan yang digunakan untuk sterilisasi uap kering lebih murah dibandingkan uap basah (Lay dan Hastowo, 1992). Pemanasan kering sering dilakukan dalam sterilisasi alat-alat gelas di laboratorium, dimana menggunakan oven dengan suhu 160-1800C selama 1,5-2 jam dengan sistem udara statis (Fardiaz, 1992). 

3. Pemanasan bertahap Pemanasan bertahap dilakukan bila media atau bahan kimia tahan terhadap uap 1000C (Lay dan Hastowo, 1992). Pemanasan bertahap (tindalisasi) dilakukan dengan cara memanaskan medium atau larutan menggunakan uap selama satu jam setiap hari untuk tiga hari berturut-turut. Waktu inkubasi diantara dua proses pemanasan sengaja diadakan supaya spora dapat bergerminasi menjadi sel vegetatif sehingga mudah dibunuh pada pemanasan berikutnya (Fardiaz, 1992). 

4. Perebusan Perebusan adalah pemanasan didalam air mendidih atau uap air pada suhu 1000C selama beberapa menit (Fardiaz,1992). Pada suhu ini sel vegetatif dimatikan, sedang spora belum dapat dihilangkan (Lay dan Hastowo, 1992). Beberapa bakteri tertentu tahan terhadap suhu perebusan ini, misalnya Clostridium perfringens dan Clostridium botulinum tetap hidup meskipun direbus selama beberapa jam (Lay dan Hastowo, 1992) 

5. Penyaringan Penyaringan adalah proses sterilisasi yang dilakukan pada suhu kamar. Sterilisasi dengan penyaringan digunakan untuk bahan yang peka terhadap panas misalnya serum, urea dan enzim (Lay dan hastowo, 1992). Dengan cara penyaringan larutan atau suspensi dibebaskan dari semua organisme hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecilnya sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan diatasnya, sedangkan filtratnya ditampung didalam wadah yang steril (Hadioetomo,1985).

6. Radiasi ionisasi Radiasi ionisasi adalah radiasi yang mengandung energi yang jauh lebih tinggi daripada sinar ultraviolet. Oleh karena itu mempunyai daya desinfektan yang lebih kuat. Salah satu contoh radiasi ionisasi adalah sinar gamma yang dipancarkan dari kobalt-10 (Fardiaz, 1992). Radiasi dengan sinar gama dapat menyebabkan ion bersifat hiperaktif (Lay dan Hastowo, 1992). 

7. Radiasi sinar ultra violet Sinar ultra violet dengan panjang gelombang yang pendek memiliki daya antimikrobial yang sangat kuat. Daya kerjanya adalah absorbsi oleh asam nukleat tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan sel. Kerusakan tersebut dapat diperbaiki bila disinari dengan berkas yang mempunyai gelombang yang lebih panjang (Lay dan Hastowo, 1992).

8. Penambahan bahan kimia Menurut Lay dan Hastowo (1992), bahan yang menjadi rusak bila disterilkan pada suhu yang tinggi dapat disterilkan secara kimiawi dengan menggunakan gas. Bahan kimia yang sering digunakan antara lain : 
   1) Alkohol, daya kerjanya adalah mengkoagulasi protein. Cairan alkohol yang umum digunakan      berkonsentrasi 70-80 % karena konsentrasi yang lebih tinggi atau lebih rendah kurang efektif. 
   2) Khlor, Gas khlor dengan air akan menghasilkan ion hipokloride yang akan mengkoagulasikan protein sehingga membran sel rusak dan terjadi inaktivasi enzim.
   3) Yodium, daya kerjanya adalah bereaksi dengan tyrosin, suatu asam amino dalam emzim atau protein mikroorganisme. 
   4) Formaldehida 8 % merupakan konsentrasi yang cukup ampuh untuk mematikan sebagian besar mikroorganisme. Daya kerjanya adalah berkaitan dengan amino dalam protein mikrobia. 
   5) Gas etilen oksida, gas ini digunakan terutama untuk mensterilkan bahan yang dibuat dari plastik. 

Sterilisasi dengan bahan kimia digunakan alkohol 70 %. Menurut Gupte (1990), etil alkohol sangan efektif pada kadar 70 % daripada 100 % dan ini tidak membunuh spora. Sterilisasi dengan alkohol dilakukan pada proses pembuatan kultur stok dan teknik isolasi. Alkohol 70 % disemprotkan pada tangan praktikan dan alat-alat seperti makropipet dan mikropipet. Menurut Volk dan Wheeler (1988), alkohol bila digunakan pada kulit kontaknya terlalu pendek untuk menimbulkan banyak efek germisida dan alkohol segera menguap karena sifatnya mudah menguap. Namun alkohol dapat menyingkirkan minyak, partikel debu, dan bakteri. Menurut Gupte (1990), alkohol 70 % dapat menyebabkan denaturasi protein dan koagulaasi. 

B. Teknik Aseptik Pemanfaatan atau pendayagunaan mikroba ( bakteri, kapang, khamir ) dalam produksi makanan dan minuman sudah dilakukan sejak lama. Sejak tahun 1940- an, penggunaan mikroba dikembangkan pula untuk produksi bahan kimia seperti aseton, butanol, asam sitrat dan biomassa. Sampai saat ini peranan mikroba melejit secara pesat sebagai agen biologis yang berperan penting dalam industri bioproses.Untuk memperoleh tingkat daya guna mikroba dan proses yang ekonomis, secara umum bioproses dikembangkan melalui tiga tahap sebagai berikut, skala laboratorium, skala pilot-plan dan skala industri. 

Dalam skala laboratorium dilakukan penyeleksian dan deskripsi kinerja mikroba dengan cara mengembangbiakannya dalam media tertentu. Pembiakan dan pemiaraan mikroba dilakukan melalui penanaman (inokulasi) dari media lama ke media baru yang membutuhkan banyak ketelitian. Terlebih dahulu harus diusahakan agar semua alat dan lingkungan yang ada sangkut pautnya dengan media dan pekerjaan inokulasi benar-benar steril. Hal ini dilakukan untuk menghin-dari kontaminasi, yaitu masuknya mikroba yang tidak kita inginkan. Untuk menjaga keberlangsungan hidup suatu mikroba maka perlu diadakan pemiaraan atau biakan (kultur, culture) mikroba. Kultur tersebut dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Guna memperoleh satu spesies saja dalam satu piaraan, maka perlu diadakan suatu piaraan murni (pure culture). Piaraan murni dapat diperoleh dari piaraan campuran (mixed culture) yang biasanya diperoleh dari udara, tanah, kotoran dan lain lain. Setiap laboratorium mikrobiologi umumnya memiliki koleksi pelbagai piaraan murni yang disebut dengan piaraan simpanan (stock culture/primary culture). Stock culture ini disimpan dan secara periodik harus dilakukan peremajaan dengan memindahkannya ke media baru yang steril. Media baru ini disebut piaraan turunan (sub culture). Pemindahan kultur ini harus dilakukan dengan cermat menurut teknik aseptik. 

Teknik aseptik adalah teknik pemindahan mikroba dengan menggunakan alat-alat yang steril serta aturan laboratorium tertentu agar tidak terjadi kontaminasi di dalam kultur tersebut. Media yang akan digunakan untuk pemiaraan mikroba dapat berbentuk bahan alami dan buatan. Bahan alami antara lain ; tauge, kentang, daging dan sebagainya. Sedang-kan bahan buatan (sintetis) adalah senyawa kimia, organik maupun anorganik. 


BAB VII. TEKNIK PREPARASI SAMPEL 


A. Persiapan Wadah 
Tahap ini sangat menentukan, karena bila terjadi kontaminasi terhadap wadah dan peralatan preparasi, maka data yang dianalisa tidak dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu dilakukan pencucian wadah dengan cara: - Cairan dalam botol vial poly ethylen dikeluarkan. - Botol dicuci dengan air sambil disikat bagian dalam dan luarnya. - Kemudian dibilas dengan air dan aquades, kemudian direndam dalam larutan HNO3 1:3 selama semalam. - Botol kemudian dibilas dengan aquades selama 2-3 kali lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 600C sampai kering. - Botol disimpan dalam plastic klip dan siap digunakan Seperti itulah hal yang saya sebut tadi dengan “cuci-cuci”, ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Namun saya tekankan lagi bahwa semua tahap analisa secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ini adalah PENTING! Jadi usahakan dalam penyucian wadah ini harus sampai BERSIH, supaya cuplikan yang akan dianalisa tidak terkontaminasi oleh zat lain. 

B. Persiapan Awal Sample 

Sample sebelum digunakan harus diinventaris terlebih dahulu supaya di kemudian hari tidak terjadi kesalahan di kemudian hari dalam analisis. Pada praktik tidak dilakukan persiapan awal karena sampel yang diterima sudah dalam bentuk serbuk yang sangat halus. Tetapi jika sampel yang dibutuhkan masih dalam ukuran yang cukup besar, dilakukan preparasi sampel dengan cara: a. Mortar terlebih dahulu dicuci dengan air dan dikeringkan dengan tisu. b. Sample dimasukan dalam mortar kemudian dihaluskan sampai 100 mesh. c. Sample yang sudah halus dan lolos ayakan 100 mesh, kemudian masukkan dalam plastic klip yang sudah diberi label. d. 

Setelah selesai digunakan, mortar dicuci dan keringkan. Pada tahap ini mungkin dibutuhkan suatu ketekunan dan kesabaran kita dalam menggerus sampel yang berupa padatan hingga lolos ayakan 100 mesh. Karena jika kalian tidak tahu seberapa lubang dalam ayakan 100 mesh saya akan meniskripsikan pada anda bahwa lubangnya SANGAT KECIL! 

Lalu tahap berikutnya adalah: 1. Pelarutan Sample Sample harus berbentuk cairan agar dapat dianalisis dengan metode AAS, maka sample dilarutkan terlebih dahulu. Pelarutan sample dilakukan dengan 2 tahap :
a. Tahap pelarutan sample dengan bom digesti (pemanasan tertutup) · Timbang cuplikan atau sample masing-masing ±200 mg dengan menggunakan neraca analitik. · Pada teflon bom digester yang berisi sampel di tambah HNO3 65% ± 5 ml dan HF ±0,5 ml, kemudian teflon bom digester ditutup rapat dan panaskan pada suhu ±150oC selama 8 jam dalam furnace. · Setelah dipanaskan selama 8 jam dan teflon bom digester di keluarkan dari furnace, maka sample di pindah ke beaker Teflon untuk diproses selanjutnya. 
b. Tahap penghilangan asam (pemanasan terbuka) · Sample yang ada pada teflon bom digester ke beker teflon ditambah aquades sampai ± setengah dari volume beaker Teflon, dan dipanaskan di atas kompor penangas pasir. · Setelah larutan sampel tersebut menguap hingga ±10 ml,kemudian ditambah aquades lagi sekitar setengah dari volum beaker Teflon, secara berulang-ulang. · Dilakukan penepatan volume sample sebanyak 10 ml dengan labu ukur hingga tanda batas. · 

Kemudian sampel dimasukkan dalam botol dan diberi label. Pada tahap ini selain untuk menghancurkan cuplikan berupa padatan tadi, juga berfungsi untuk melepaskan ikatan suatu senyawa menjadi unsur-unsur. Karena bila misalnya kita menganalisa logam Fe namun Fe tersebut masih berikatan dengan unsur lain dan menjadi suatu senyawa, maka Fe tersebut tidak akan terdeteksi karena Fe tidak menyerap energi radiasi. Akibatnya pengukuran tidak akurat. Jangan lupa juga kalian membuat larutan standar yah, nah fungsi larutan standar ini adalah untuk membuat suatu grafik kalibrasi. Grafik kalibrasi dibutuhkan oleh SSA untuk membandingkan absorbansi yang terbaca dalam sampel sehingga didapatkan konsentrasi suatu unsur yang dianalisa. Pembuatan larutan standar dapat disesuaikan dengan perkiraan banyaknya kandungan unsur yang dianalisa dalam suatu sampel. Contohnya jika kita menganalisa kadar Pb dalam tanah permukiman sehat, tidak mungkin kita akan membuat deret standar 1 ppm-20 ppm, namun dapat diperkirakan dalam tanah suatu permukiman sehat itu pasti kadar Pbnya mungkin akan lebih kecil dari 10 ppm, maka kita buat deret standar dengan range 0 ppm - 10 ppm dengan rincian sebagai berikut: 0 ppm, 1 ppm, 3 ppm, 5ppm, 7 ppm, 10 ppm. 

Jadi kita harus membuat satu per satu deret standar tersebut. Larutan standar dibuat dari larutan induk sesuai unsur yang akan dianalisa. Jika kita akan menganalisa unsur Pb ya kita buat larutan standar dari larutan induk Pb. Biasanya larutan induk dibuat dengan kadar 1000 ppm, nah untuk mendapatkan konsentrasi yang lebih kecil, kita tinggal mengencerkannya sesuai kebutuhan dan perhitungan pengenceran. Setelah pelarutan sampel dilakukan, maka sampel berupa cairan tersebut baru dapat dianalisa menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Karena banyak sekali jenis dari alat ini, saya tidak akan menjelaskan cara untuk mengoperasikan alat ini karena berbeda jenis SSA, berbeda pula cara pengoperasiannya. 


BAB VII. TEKNIK PEMISAHAN BAHAN 


Sebagian besar senyawa kimia ditemukan di alam dalam keadaan yang tidak murni. Biasanya, suatu senyawa kimia berada dalam keadaan tercampur dengan senyawa lain. Untuk beberapa keperluan seperti sintesis senyawa kimia yang memerlukan bahan baku senyawa kimia dalam keadaan murni atau proses produksi suatu senyawa kimia dengan kemurnian tinggi, proses pemisahan perlu dilakukan. Proses pemisahan sangat penting dalam bidang teknik kimia. Suatu contoh pentingnya proses pemisahan adalah pada proses pengolahan minyak bumi. Minyak bumi merupakan campuran berbagai jenis hidrokarbon. Pemanfaatan hidrokarbon-hidrokarbon penyusun minyak bumi akan lebih berharga bila memiliki kemurnian yang tinggi. 

Proses pemisahan minyak bumi menjadi komponen-komponennya akan menghasilkan produk LPG, solar, avtur, pelumas, dan aspal. Secara mendasar, proses pemisahan dapat diterangkan sebagai proses perpindahan massa. Proses pemisahan sendiri dapat diklasifikasikan menjadi proses pemisahan secara mekanis atau kimiawi. Pemilihan jenis proses pemisahan yang digunakan bergantung pada kondisi yang dihadapi. Pemisahan secara mekanis dilakukan kapanpun memungkinkan karena biaya operasinya lebih murah dari pemisahan secara kimiawi. Untuk campuran yang tidak dapat dipisahkan melalui proses pemisahan mekanis (seperti pemisahan minyak bumi), proses pemisahan kimiawi harus dilakukan. 

Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan. [sunting] Prinsip proses pemisahan Untuk proses pemisahan suatu campuran heterogen, terdapat empat prinsip utama proses pemisahan, yaitu: Sedimentasi Flotasi Sentrifugasi Filtrasi Proses pemisahan suatu campuran homogen, prinsipnya merupakan pemisahan dari terbentuknya suatu fasa baru sehingga campuran menjadi suatu campuran heterogen yang mudah dipisahkan.  

A. DASAR-DASAR METODE PEMISAHAN 


Suatu zat dapat dipisahkan dari campurannya karena mempunyai perbedaan sifat. Hal ini dinamakan dasr pemisahan. Beberapa dasar pemisahan campuran antara lain sebagai berikut : 
1. Ukuran partikel Bila ukuran partikel zat yang diinginkan berbeda dengan zat yang tidak diinginkan (zat pencmpur) dapat dipisahkan dengan metode filtrasi (penyaringan). jika partikel zat hasil lebih kecil daripada zat pencampurnya, maka dapat dipilih penyring atau media berpori yang sesuai dengan ukuran partikel zat yang diinginkan. Partikel zat hasil akan melewati penyaring dan zat pencampurnya akan terhalang. 

2. Titik didih Bila antara zat hasil dan zat pencampur memiliki titik didih yang jauh berbeda dapat dipishkan dengan metode destilasi. Apabila titik didih zat hasil lebih rendah daripada zat pencampur, maka bahan dipanaskan antara suhu didih zat hasil dan di bawah suhu didih zat pencampur. Zat hasil akan lebih cepat menguap, sedangkan zat pencampur tetap dalam keadaan cair dan sedikit menguap ketika titik didihnya terlewati. Proses pemisahan dengan dasar perbedaan titik didih ini bila dilakukan dengan kontrol suhu yang ketat akan dapat memisahkan suatu zat dari campuranya dengan baik, karena suhu selalu dikontrol untuk tidak melewati titik didih campuran. 

3. Kelarutan Suatu zat selalu memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, artinya suatu zat selalu memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, artinya suatu zat mungkin larut dalam pelarut A tetapi tidak larut dalam pelarut B, atau sebaliknya. Secara umum pelarut dibagi menjadi dua, yaitu pelarut polar, misalnya air, dan pelarut nonpolar (disebut juga pelarut organik) seperti alkohol, aseton, methanol, petrolium eter, kloroform, dan eter. Dengan melihat kelarutan suatu zat yang berbeda dengan zat-zat lain dalam campurannya, maka kita dapat memisahkan zat yang diinginkan tersebut dengan menggunakan pelarut tertentu. 

4. Pengendapan Suatu zat akan memiliki kecepatan mengendap yang berbeda dalam suatu campuran atau larutan tertentu. Zat-zat dengan berat jenis yng lebih besar daripada pelarutnya akan segera mengendap. Jika dalam suatu campuran mengandung satu atau beberapa zat dengan kecepatan pengendapan yang berbeda dan kita hanya menginginkan salah satu zat, maka dapat dipisahkan dengan metode sedimentsi tau sentrifugsi. Namun jika dalm campuran mengandung lebih dari satu zat yang akan kita inginkan, maka digunakan metode presipitasi. Metode presipitasi biasanya dikombinasi dengan metode filtrasi. 

5. Difusi Dua macm zat berwujud cair atau gas bila dicampur dapat berdifusi (bergerak mengalir dan bercampur) satu sama lain. Gerak partikel dapat dipengaruhi oleh muatan listrik. Listrik yang diatur sedemikian rupa (baik besarnya tegangan maupun kuat arusnya) akan menarik partikel zat hasil ke arah tertentu sehingga diperoleh zat yang murni. Metode pemisahan zat dengan menggunakan bantuan arus listrik disebut elektrodialisis. Selain itu kita mengenal juga istilah elektroforesis, yaitu pemisahan zat berdasarkan banyaknya nukleotida (satuan penyusun DNA) dapat dilakukan dengan elektroforesis menggunakan suatu media agar yang disebut gel agarosa. 

6. Adsorbsi Adsorbsi merupakan penarikan suatu zat oleh bahan pengadsorbsi secara kuat sehingga menempel pada permukaan dari bahan pengadsorbsi. Penggunaan metode ini diterapkan pada pemurnian air dan kotoran renik atau organisme. 


BAB VIII. KESELAMATAN KERJA DAN PERTOLONGAN PERTAMA


A. Keselamatan Kerja Tiap tahun

Banyak pekerja menderita luka bakar diikuti pengobatan yang perih berminggu-minggu. Banyak yang menderita bekas luka tetap akibat kecelakaan di tempat kerja dengan Bahan Cair mudah menyala. Ada, bagaimanapun juga, banyak sekali pekerja lain yang bekerja dengan Bahan Cair yang sangat berbahaya dan tidak pernah mengalami cidera.. Kebanyakan kecelakaan yang disebabkan Bahan Cair mudah menyala dapat dengan mudah dicegah. Untuk mencegahnya, kita harus bertanggung jawab dan menanamkan kebiasaan melindungi disekitar kita dan diri kita sendiri. Kecelakaan yang melibatkan penggunakan Bahan cair mudah menyala biasanya terjadi karena: Bahan cair mudah menyala yang mudah menguap dan asap yang dihasilkan tidak dapat dikenali; dan Tindakan pencegahan penanganan dan penyimpanan yang aman tidak diketahui. 

Mari kita lebih mengerti tentang: Apa Bahan cair mudah menyala itu; Bagaimana mereka dapat membahayakan kita; Bagaimana cara menuangkan dan menyimpannya; Mengapa dan bagaimana kita dapat mencegah terkena Bahan cair berbahaya tersebut; Bagaimana merawat area penyimpanan dan Apa yang harus dilakukan saat kecelakaan terjadi 

1. Bahan Cair Mudah Terbakar Dan Menyala Suatu Bahan cair mudah menyala diklasifikasikan sebagai Bahan cair yang memiliki titik nyala rendah atau sangat mudah nyala oleh sumber api atau panas lainnya. Bahan cair mudah terbakar biasanya sangat mudah menguap atau sangat mudah terbakar. Bahan cair mudah terbakar diklasifikasikan dalam Bahan cair yang memiliki titik nyala tinggi. Dapat terbakar tetapi tidak mudah menyala. Secara pisik dan Bagian Kekayaan Kimia dari Material safety data Sheet selalu tampak seberapa mudah menyala produk tersebut sesuai dengan temperature titik nyalanya. Semakin rendahnya temperature titik nyala, semakin tinggi kemampuan menyala suatu bahan cair. Seperti yang kita ketahui, bensin adalah C.°bahan cair mudah menyala tinggi – titik nyalanya minus 30 C.°Bahan bakar Solar diklasifikasikan sebagai bahan cair mudah terbakar karena titik nyalanya lebih dari 60 Bahan cair mudah menyala yang sangat sering digunakan adalah: Bensin; Kerosene; Pembersih Bahan cair; dan Cat dan thinner Kontener bahan cair mudah menyala dapat dikenali dengan label berbentuk merah wajik , simbol api serta tulisan: FLAMMABLE LIQUID Bahan cair mudah menyala dengan mudah terbawa angin dalam bentuk uap mudah terbakar. Uap dapat berpindah beberapa meter dari sumber nyala dan mengakibatkan terbakar. Contohnya, jika Anda menuangkan Bahan cair mudah menyala ,seperti bensin, ke dalam nyala api, Uap tersebut dapat menyala dan kemudian masuk ke kontener, menyebabkan meledak ke muka Anda. 

2. Bagaimana Bahan Cair Mudah Menyala Merusak Tubuh Bahan cair mudah menyala dapat menyebabkan luka bakar yang parah dan kemungkinan permanen. Karena banyak Bahan cair mudah menyala menguap dengan mudah dan dapat larut ke dalam lemak tubuh, mereka berbahaya dari penyerapan kulit dan pernapasan. Bensin, contohnya, mengandung zat kimia yang sangat berbahaya disebut Benzene yang dapat menyebabkan kanker. Sebenarnya, kita harus menghindari menghirup uap bensin atau menumpahkanna di kulit kita. Semua cairan mudah menyala menguap lebih cepat pada temperature yang tinggi. Contohnya, biasanya rata-rata penguapan pada 30° C dua kali lebih banyak pada 20° C, jadi api dan bahaya kesehatan lebih tinggi di hari yang panas. Kesehatan diri sangatlah penting. Jika anda sedang bekerja di suatu area di mana terdapat Bahan cair mudah menyala, selalu mencuci tangan Anda sebelum makan atau menggunakan toilet. 

3. Tindakan Pencegahan Penanganan Aman Bekerja dengan Bahan cair mudah menyala harus dilakukan sesuai MSDS pabrik atau pemasok. Material Safety Data Sheet memberitahukan kita tentang: Bahaya kesehatan, bagaimana kita bisa tahu bila kita telah terkena paparan; Tindakan pencegahan yang digunakan, termasuk PPE apa yang akan Anda perlukan (Perlihatkan APD yang digunakan); Informasi penanganan aman, seperti bagaimana menyimpan, membuang dan mengangkut Bahan cair tersebut; Prosedur Darurat, seperti apa yang dilakukan jika ada tumpahan, kebakaran atau peledakan, dan apa akibatnya terhadap lingkungan jika terjadi; dan Prosedur Pertolongan Pertama, Anda dapat mengurangi efek kecelakaan terbakar, terhirup atau termakan. 

4. Peraturan Penanganan Aman Ketika Bahan cair mudah menyala dituangkan dari kotener penyimpanan, Bahan cair yang menguap dapat menyebabkan pengisian statis meningkat. Pengisian statis dapat menimbulkan percikan api yang dapat menyebabkan Bahan cair menyembur ke api atau bahkan meledak, bila penguapannya tinggi. Untuk menghindari terjadinya peningkatan statis, gunakan kabel statis atau pembumian dipasang pada salah satu ujung kontenter penyimpanan dan ujung lainnya pada kontener tempat Anda menuangkan. (Perlihatkan kabel statis atau pembumian dan penjepit) Jangan Pernah membersihkan lantai atau melakukan pembersihan umum dengan bensin atau pelarut mudah terbakar. Sebelum mengambil Bahan cair mudah menyala pada kontener metal, Selalu lakukan pembumian diri sendiri dengan menyentuh tiap metal yang terhubung ke tanah. Banyak sepatu safety yang anda gunakan memiliki non-conducting soles. Hal ini sangat baik untuk penaman listrik, tetapi jika anda tidak membumikannya, anda dapat membuat pengisian statis (static charge), khususnya pada hari yang kering. Jika static charge menyebabkan percikan api saat anda mengambil kontener metal, percikan tersebut dapat meyalakan tiap uap yang ada. Kontener yang Anda gunakan harus untuk mengangkut Bahan cair mudah menyala disebut kaleng pengaman. Sebuah kontener, dengan kapasitas tidak lebih 20 liter, yang memiliki penutup per – (Tunjukkan kaleng pengaman Bahan cair mudah terbakar yang disahkan). Desain kaleng pengaman tersebut dapat membuat kaleng tersebut melepasakan tekanan dalam ketika Bahan cair akan menyebakan bahaya kebakaran. Jangan pernah memotong ujung drum yang mengandung Bahan cair mudah menyala didalamnya. Uap yang tertinggal di dalam drum dapat meledak. Jangan pernah mengrinda atau mengelas di dekat drum kosong apapun – 

5. Percikan api dapat terbang. Jika Anda harus membuang Bahan cair mudah menyala, Anda harus mengirimnya kembali ke pemasok. Jangan membakar Bahan cair mudah menyala karena dapat mengakibatkan bahaya racun polusi udara. 

6. Penyimpanan Bahan Cair Mudah Menyala Ketika Anda menggunakan Bahan cair mudah menyala, Anda harus menyimpannya di dalam area kering, dan memiliki sirkulasi udara yang baik, jauh dari sinar matahari langsung dan terpisah dari area kerja. Bahan cair harus disimpan di dalam kontener dengan penutup yang rapat jauh dari kemungkinan adanya sumber nyala api.dengan rapat. Jangan pernah menyimpan atau mengangkut Bahan cair mudah menyala degan zat-zat kimia lainnya, seperti asam atau alkali. Selalu pastikan alat pemadam api yang benar didekat Anda. Seharusnya terdapat Alat Pemadam Api Klas B (atau Bahan cair mudah terbakar) dalam 3 meter dari area penyimpanan Bahan cair mudah terbakar. Jika Anda harus menyimpan Alat pemadam Api, pastikan Anda hanya meyimpannya denga jenis klas B. Jangan pernah mengecat lantai area penyimpanan. Lapisan cat dapat mencegah pembumian yang baik terhadap kontener yang dapat menyebabkan kemungkinan static charge mengingkat. Periksa secara teratur pendeteksi asap berfungsi dengan menekan tombol tes. Bila secara berkala “beep” atau “mengerik” berarti isi battery telah rendah dan perlu segera diganti. Jangan melepaskan baterai sampai Anda memiliki baterai baru untuk menggantinya. 

7. Pengobatan Pertolongan Pertama Cara Pertolongan pertama saat tersentuh oleh bahan cair mudah menyala adalah pertama bilas mata atau kulit dengan air yang mengalir selama 15 menit, kemudian minta bantuan petugas medis. Pakaian yang terkontaminasi harus segera disingkirkan. Jangan disimpan dalam keadaan tercemar. Cuci semua pakaian sebelum menggunakannya kembali. Bila terhirup, Anda harus segera meninggalkan area dan mencari pertolongan medis. Pendinginan luka bakar. Sementara menunggu bantuan medis, alirkan air ke permukaan luka bakar selama 10 sampai 15 menit akan mengurangi perih dan dapat mengurangi kemungkinan terjadi bekas luka. 

8. Apa Yang Dilakukan Jika Terjadi Kebakaran Jika terjadi kebakaran saat menggunakan bahan cair mudah menyala, akan berakibat lebih buruk, bila: Alarm tidak dibunyikan; dan Prosedur darurat yang benar tidak diikuti. Selalu Pertama kali bunyikan alarm, sebelum mencoba memadamkan kebakaran Bahan cair mudah terbakar. Jika api kecil tidak dapat dipadamkan dengan menggunakan alat pemadam api ringan, atau terlalu banyak asap, Tinggalkan area kebakaran tersebut. Selalu memposisikan diri Anda diantara api dengan pintu keluar Pastikan bahwa Anda dapat keluar jika kebaran tidak dapat dikendalikan. Jika pakaian Anda terbakar jangan lari! Lari dapat membuat api mebakar dengan lebih cepat. Dalam hitungan detik, seluruh pakaian Anda akan terbakar. Lebih baik: Berhenti, Berebah dan Berguling. Berhenti dimana kamu berada; Rebah ke tanah dan tutup muka Anda dengan tangan; dan Berguling dengan cepat untuk memadamkan Api tersebut. Selama kebakaran, asap dan gas beracun akan meningkat dengan panas. Udara lebih bersih dekat lantai – Merunduk dibawah permukaan asap. Api luar biasa panas. Dalam beberapa menit, api dapat menghasilkan temperature antara 150 dan 650 derajat didekat pelapon. Sekali menghirup udara tersebut dapat berakibat fatal. Bagaimanapun, bahkan dalam kondisi seperti ini, Temperatur di dekat lantai masih bisa kurang dari 40 derajat- tetap merunduk dan merangkak keluar. 


B. Pertolongan Pertama Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Laboratorium 

Tujuan pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan adalah: 
1. mempertahankan korban agar tetap hidup; 
2. membuat korban agar tetap stabil dan tidak lebih parah; 
3. mengurangi rasa nyeri, tidak nyaman atau rasa cemas pada korban. 

a. Umum 
Jika terjadi kecelakaan hendaklah seseorang: 
1. segera memberitahu bagian keamanan untuk segera mencari pertolongan;. 
2. menyiapkan beberapa informasi yang meliputi: kondisi penderita perincian penyebab kecelakaan lokasi kecelakaan (nomor ruang dan nama gedung) 
3. melakukan pertolongan pertama prosedur emergency: menjauhkan korban dari penyebab kecelakaan; mencari penyebab utama kecelakaan; memberikan pertolongan pertama; dan membawa korban ke rumah sakit. 

Setiap laboratorium hendaklah mempunyai nama, nomor telepon dan alamat dokter/rumah sakit yang dapat dipanggil setiap saat jika terdapat keadaan darurat. Untuk membantu pekerjaan dokter/petugas medis, pada korban yang dibawa ke rumah sakit berilah petunjuk tentang: nama, alamat rumah dan kantor, jenis/bahan penyebab kecelakaan, serta penanganan yang telah diberikan. Beberapa hal yang harus dilakukan pada keadaan gawat adalah sebagai berikut. Periksalah Airway, Breathing, dan Circulation (ABC) pada korban. Airway (jalan nafas), pastikan bahwa jalan nafas koban tidak terhalang oleh lidah atau benda lain.B Breathing (pernafasan), periksa pernafasaanya, kalau perlu berikan pernafasan buatan (teknik mulut ke mulut atau CPR = Cardio Pulmonary Resusciation). Circulation (sirkulasi), periksalah nadi korban, bila denyut nadi tidak terasa, lakukan teknik CPR. 

Bertindaklah dengan cepat, karena waktu walaupun satu detik sangat berarti dan berharga bagi korban. Jangan mengangkat atau memindahkan korban yang luka pada leher atau tulang belakang, kecuali dalam keadaan terpaksa. Mintalah seseorang untuk memanggil ambulan atau dokter, sementara itu lakukan pertolongan pertama. Jangan menarik pakaian korban yang terkena luka bakar. Bersikap tenang dan tenangkanlah korban. Jangan memaksa memberi minuman atau obat pada korban yang kesadarannya menurun atau tidak sadar. Jangan membangunkan korban yang pingsan dengan menggoncang-goncang badannya. Buatlah laporan kejadian. b. Luka karena bahan kimia Luka pada kulit Sebelum melakukan pertolongan, yakinlah bahwa lokasi aman untuk anda. Gunakan pakaian pelindung sebelum melakukan pertolongan. Periksalah ABC korban, dan beri tindakan jika diperlukan. Alirkan air hangat (suam-suam kuku) pada luka selama 15 menit. Lepaskan hati-hati pakaian yang terkena bahan kimia, sepatu atau perhiasan. Tutup luka dengan bahan yang steril. Jangan menetralkan luka dengan menambahkan bahan kimia lain. Jangan jangan mengoleskan cairan atau lemak pada luka. Bersikap tenang dan tenangkan korban selama menunggu pertolongan dokter. Luka pada mata Percikan bahan kimia pada mata dapat menimbulkan luka yang serius. Sebelum melakukan pertolongan, yakin bahwa situasi aman untuk anda. Jangan pindahkan korban, dan periksalah ABC-nya. Cuci mata yang terkena bahan kimia dengan air suam-suam kuku selama 15 menit, lebih baik lagi jika menggunakan pencuci mata. Bantu korban agar menggerak-gerakkan bola matanya, sehingga mata dapat dicuci dengan baik. Jaga agar air cucian tidak mengkontaminasi mata yang tidak terluka. Jika korban menggunakan contact lenses lepaskan segera. Jangan menetralkan luka dengan menambahkan bahan kimia lain. Jangan pula menambahkan salep pada mata yang terluka. Membawa korban ke dokter. Keracunan karena bahan kimia tertelan Jangan membujuk korban agar muntah. Jika korban sadar, beri 2 gelas air. Jika bahan kimianya korosif, beri 1 gelas air setiap 10 menit. Jangan menetralisir dengan cara menambahkan bahan kimia lain. Jika korban tidak sadar, jangan berikan sesuatu melalui mulut. Lakukan CPR jika perlu. Tenangkan korban sampai mendapatkan pertolongan medis. Menghirup bahan kimia Yakinlah bahwa anda sendiri aman sebelum melakukan pertolongan. Gunakan pelindung pernafasan sebelum melakukan pertolongan jika tempat kejadian di ruang tertutup, sempit dan bahan beracun dalam konsentrasi tinggi. Pindahkan korban ke tempat yang berudara segar. Jika korban tidak bernafas, lakukan CPR sampai pertolongan medis datang. Jika korban bernafas, longgarkan pakaian dan perhatikan jalan nafasnya. Berikan dukungan agar korban tenang sampai mendapatkan pertolongan. c. Luka karena bahan biologis berbahaya Cuci bagian luar dengan air sabun. Tutup luka dengan pembalut luka (perban). Jika korban mengalami perdarahan pada kaki/tangan, tekan dengan tangan anda di atas perban. Jangan lakukan hal ini jika luka terdapat di kepala, leher atau bagian tubuh yang lain. Jika perdarahan berhenti dan perban berdarah, tambahkan perban dan jangan menganti dengan yang baru. Jangan terlalu kencang dalam mengikat dengan perban. Jika lukanya kecil, keluarkan bahan yang menancap (jika ada) dengan pinset steril, lalu tutup luka dengan perban steril. Jagalah agar korban tidak sock atau pingsan. Jaga korban hingga mendapat pertolongan. d. Sengatan listrik Jangan sentuh korban yang sedang terkena sengatan listrik. Putuskan segera kontak antara korban dengan sumber listrik degan cara paling cepat, tepat dan aman. Jika tidak dapat, gunakan bahan yang tidak menghantar listrik untuk memisahkan korban dari sumber listrik. Jika korban mengalami luka, rawatlah seperti pada korban yang terluka. Periksalah ABC-nya. Jika korban tidak bernafas, lakukan pernafasan dari mulut ke mulut. Jika jantung berhenti, lakukan CPR. 


DAFTAR PUSTAKA 


Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. 

Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. PT.Gramedia.Jakarta. Lay, B. W. dan 

Hastowo. 1982. Mikrobiologi. Rajawali Press Jakarta. 

Miller, J.N and Miller, J.C., 2000, Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, 4th ed, Prentice Hall, Harlow. 

R. Ganda Soebrata, 1985, Penuntun Laboratorium Klinik, PT. Dian Rakyat: Jakarta 

Volk, W.A. dan Wheeler, M.F. 1988. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga: Jakarta 

Hand out, internet dan artikel : 
Hand out Pengolahan Laboratorium http://id.wikipedia.org/wiki/Spatula Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana : FKUI 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.