SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

11.02.2011

Refleksi Sumpah Pemuda (28 Oktober 2011)


Berikut ini adalah dokumentasi media cetak tentang kegiatan GMKI Bandarlampung terkait malam refleksi Sumpah Pemuda:
Refleksi sempat kisruh, dan menimbulkan sedikit ketegangan antara mahasiswa yang melakukan refleksi dan petugas dari kepolisian.Dengan dalili atas peraturan daerah. pihak kepolisian dengan 'buas'-nya mencoba menghentikan refleksi yang dilakukan GMKI bandarlampung malam itu tanggal 28 Oktober 2011 yang diadakan di Bundaran Gajah Bandarlampung. 
Pada awalnya, rekan - rekan dari GMKI Bandarlampung telah mengirim surat pemberitahuan mengadakan refleksi ke pihak Polresta paginya atau sekitar pukul 9 pagi, Tetapi surat yang disampaikan ke pihak Polresta ternyata di tolak oleh pihak Kepolisian. Setidaknya ini adalah pengakuan Andrianus Yustinus (Kabid Akspel GMKI Bandarlampung) yang menyatakan bahwa pihak Polresta melarang untuk melakukan refleksi di Bundaran Gajah. Setelah itu mereka pulang dengan membawa surat yang tidak di terima oleh piha Polresta tersebut.

Tetapi ini tidak menjadi pematah semangat rekan - rekan di GMKI Bandarlampung untuk mengrefleksikan hari Sumpah Pemuda saat itu. Konsolidasi internal tetap terbangun dan semuanya sepakat untuk tetap melanjutkan malam refleksi yang seyogianya dilakukan pukul 19.00 WIB di Bundaran Gajah.
Sebelumnya, sehari sebelum tanggal 28 Oktober, desas desus serta kabar tentang Malam Refleksi GMKI Bandarlampung telah sampai ke 'telinga' pihak kepolisian. Ini dikuatkan karena lebih dari 2 kali dan dengan orang yang berbeda pihak kepolisian (dalam hal ini Intel), mengunjungi sekretariat GMKI Bandarlampung yang terletak di jalan Kijang 92 Kedaton.

Hal ini ternyata membuat resah pihak kepolisian sehingga mereka harus berapa kali melakukan konfirmasi tentang kegiatan ini. Jika diperhatikan bersama, bahwa sebenarnya yang dilakukan rekan - rekan GMKI Bandarlampung hanya sebatas refleksi atau aksi damai, tidak lebih, tetapi seolah - olah ini dianggap pihak kepolisian seperti ancaman yang serius. Padahal sudah disampaikan terang - terangan bahwa yang dilakukan GMKI Bandarlampung hanya sebatas refleksi - nyanyi lagu kebangsaan dan menyebarkan selebaran ke pengguna jalan, hanya sebatas itu dan tidak lebih.
Namun ternyata pihak kepolisian masih saja tetap keukeuh untuk menghentikan dan sempat mengambil atribut organisasi dan peralatan lainnya. Pihak kepolisian yang muncul tiba - tiba langsung merampas atribut organisasi dan berteriak - teriak untuk membubarkan masa. Sepertinya pihak kepolisian tidak memiliki etika atau barangkali etikanya sudah pudar, sehingga untuk 'duduk bersama' dengan baik sepertinya kepolisian tidak bisa melakukannya lagi. 
Bahkan mereka cenderung mengeluarkan nada ancaman kepada masa agar segera membubarkan diri dan kalau tidak akan diangkut satu - persati dengan paksa dan dibawa ke kantor polisi.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat ingin mengaspirasikan sesuatu yang positif dan ingin merenungkan salah satu hari besar di negara ini seolah sama seperti maling yang merugikan orang lain. Tidak ada penghargaan atas refleksi, tidak ada proses musyawarah untuk duduk bersama tetapi dengan arogannya mereka langsung mengambil atribut organisasi dan menghujani masa dengan nada ancaman.

Telisik punya telisik mengapa saat itu pihak kepolisian sangat protektif, itu dikarenakan tidak jauh dari tempat refleksi dilakukan ternyata ada Walikota yang sedang melangsungkan kegiatan. Setidaknya tidak lebih dari 3 KM dari lokasi walikota menghadiri hajatan yang dilangsungkan di lapangan Saburai di pasar seni. Dan inilah latar belakang utama mengapa pihak kepolisian harus over protektif untuk menyikapi segala jenis gangguan yang ada di sekitar kegaitan Walikota ini. Pensterilan jalan memang biasa dilakukan oleh pihak kepolisian bagi kaum - kaum pejabat tinggi dan inilah yang menjadi dasar mengapa kepolisian menginginkan agar tidak ada refleksi atau sejenis aksi di jalan.

Mau tidak mau kita dapat mengasumsikan bahwa sketsa hari ini tentang kepolisian adalah Polisi hanya milik mereka yang taraf hidupnya mapan buka untuk semua masyarakat ataupun kaum papa. Ini menjadi catatan penting untuk kepolisian agar program pembinaan dan kerjasama dengan masyarakat yang sudah di sepakati sebaiknya dilakukan hingga tataran masyarakat bawah.
Polisi bukan miliki orang berada, keamanan bukan milik orang kaya. Semua masyarakat berhak atas haknya. Jangan salahkan masyarakat jikat haknya diambil maka yang ada hanya kebrutalan..
UOUS
Syalom...

1 komentar:

  1. bacaan kyk gini neh yg diperlukan anak2 muda zaman sekarang....
    yg nmanye refleksi dari rasa nasionalisme pstlah punya byk bentuk kreativitas, namanya juga anak muda... :)
    nice post masbro :)

    d tunggu back reviewnya ya http://racontikos-heru.blogspot.com/

    BalasHapus

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.