SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

11.19.2014

Revisi UU MD3 Jalur lambat

Perseteruan KIH dan KMP rehat sejenak. Kedua kubu mensepakati adanya revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Isinya, DPR RI menghapus pasal 74 dan 98 tentang wewenang komisi-komisi menggunakan hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat.

Revisi ini sebenanrya muncul karena adanya penambahan penawaran KIH. Para ketua umum partai politik dari KIH, menengarai bahwa ada pasal yang akan melemahkan sistem presidensil yaitu pasal 73, 74 dan 98. Maka pimpinan parpol sepakat perlu adanya revisi UU MD3.


Lalu usulan tersebut dibicarakan oleh juru runding. Hasilnya, KMP dan KIH sepakat menambah 21 kursi pimpinan DPR untuk diberikan kepada KIH. Pemekaran pimpinan DPR ini tidak mencabut 21 kursi pimpinan DPR dari KMP. Melainkan DPR perlu menambah 21 kursi.

Akibat pemekaran pimpinan komisi dari 4 –satu ketua dan tiga wakil ketua – menjadi 5, DPR perlu merevisi UU MD3 tentang jumlah pimpinan komisi. Celah inilah yang dilihat oleh KIH untuk mengusulkan perubahan pasal-pasal lainnya, selain pasal yang menyangkut pimpinan komisi.

Akhirnya, kedua kubu sepakat merevisi pasal-pasal tentang pimpinan komisi, pasal 74 dan 98 melalui jalur legislasi. DPR meyakini revisi UU MD3 dapat selesai sebelum 5 Desember atau sebelum masa reses. Setelah KIH menyerahkan nama-nama anggota DPR yang akan diplot ke AKD, DPR RI melalui Badan Legislasi akan segera membahas perubahan UU MD3.

Selanjutnya, Kemenkumham RI dan DPR akan membahas perubahan UU tersebut tentang prolegnas. Lalu, Kemenkumham berkordinasi dengan presiden dan kementerian terkait. Setelah rapat kerja kembali dilakukan, barulah dibawa ke sidang paripurna. “Kalau normal, menurut saya seluruh proses legislasi itu sampai januari,” kata Arif Wibowo, Politis PDIP di Jakarta.

Hal senada diutarakan oleh Refly Harun. Menurutnya, merevisi UU MD3 melalui jalur legislasi tidak efektif dan efesien. Refly menuturkan bahwa ada tiga strategi yang bisa dilakukan untuk merubah UU MD3, yaitu melalui legislasi review, eksekutif review dan judicial review.

Saat ini, DPR RI telah setuju merevisi UU MD3 melalui legislatif review. Refly mengatakan bahwa revisi ini memang bermasalah sejak awal pembentukannya. Pasal 74 dan 98, lanjutnya, bukan saja mengancam kerja-kerja pejabat negara dengan wewenang hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Lebih jauh, cakupan kedua pasal ini bisa mengancam warga sipil. “Jadi DPR itu bukannya perwakilan tapi dewan pengancam rakyat,” katanya sembari tertawa.

Dari ketiga strategi tadi, Refly menyarankan agar UU MD3 seharusnya direvisi melalui jalur judicial review sehingga bisa lebih cepat. Peluang diterimanya pun lebih besar, jika uji materi diajukan oleh fraksi dari Nasional Demokrat. Karena pada proses pembuatannya, Nasdem tidak ikut membahas. “Melalui MK saja (revisinya). Ngapain ke baleg lagi,” tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin diskusi atau komunikasi lanjut, silahkan tinggalkan alamat e-mail teman.